1.latar belakang
Mengkaji fenomena keagamaan berarti mempelajari perilaku manusia dalam kehidupanya dalam beragama. Dengan cara pendekatan sosial,metode teknik dan juga dapat dipahami dengan mencermati perilaku manusia, sehingga di mungkinkan banyak unsur yang dapat menemukan semua perilaku tersebut. Hal ini juga sudah tentu berlaku juga untuk semua fenomena keberagaman (religions phenomenon ).
Dalam studi agama kontemporer, fenomena keberagamaan manusia dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Ia tidak lagi hanya dapat dilihat dari sudut yang sempit dan semata-mata terkait dengan normativitas ajaran wahyu, meskipun fenomena ini sampai kapanpun adalah ciri khas daripada agama-agama. Tetapi ia juga dapat dilihat dari sudut historisitas pemahaman dan interprestasi perorangan atau kelompok terhadap norma-norma ajaran islam.sebagai sebuah istilah fenomenologi pertama kali diciptakan pada tahun 1764 oleh ahli matematika dan filosof Swiss-Jerman, Johan heinrich lambert. Ia menggunakan istilah ini untuk merujuk kepada hakikat ilusif dari pengalaman manusia dalam upaya untuk mengembangkan suatu teori pengetahuan yang membedakan kebenaran dari kesalahan.
Pendekatan fenomenologis dalam agama merupakan suatu pendekatan yang didesain sedemikian rupa yang berakar dari pendekatan filosofis sebagaimana diakui sendiri oleh Amin Abdullah. Bahwa pendekatan fenomenologi cukup berjasa dalam membuka wawasan dan cakrawala baru dalam mencari sebuah “esensi” keberagamaan manusia.
- A. Pengertian fenomenologi.
Pendekatan fenomenologis mula-mula merupakan upaya membangun suatu metodologi yang koheren bagi studi agama.dalam tujuan fenomenologi mengacu pada tiga hal, yaitu : Filsafat, Sejarah dan Pengertian yang komprehensif. Dengan demikian “fenomenologi agama” dalam acuan dirinya yang pertama menghubungkan pada disiplin ilmu.
Ironisnya, dari sekian banyak pendekatan tokoh dan karya dalam bidang fenomenologi agama sebagai salah satu pendekatan alternative dalam bidang Religionswissenchaft. Secara keseluruhan yang disebutkan disini adalah fenomenologi non-muslim.
- B. Studi Agama Dengan pendekatan Fenomenologis.
Ake Hultzkrantz paling tidak menetapkan tiga poin signifikansi fenomenologi dalam studi agama, yaitu :
- Mencari bentuk-bentuk dan struktur agama, dan akhir dari suatu agama tertentu. Para fenomenolog tentu berusaha untuk mengidentifikasi bahan-bahan untuk mengkaji fenomena-fenomena dalam islam.
- Berusaha memahami fenomena keagamaan yang bekerja dalam dua tingkatan, pertama, ia mencoba mencari tempat dari sifat bawaan agama dalam suatu budaya, yaitu apa makna agama bagi orang-orang yang ada dalam kebudayaan tersebut. Kedua, ia melibatkan pemahaman umum terhadap elemen-elemen keagamaan dalam hubungan yang lebih luas, yaitu makna teoritisnya.
- Menyediakan suatu makna bagi sejarah agama-agama dengan cara menerangkan bersama dan mengintegrasikan. Fenomenologi agama sangat membantu dalam menyelesaikan problematika suatu masalah yang terjadi pada masa lampau atau yang akan datang.
- C. Problematika Pendekatan fenomenologis Dalam Studi Islam
Dengan demikian, wahyu harus didekati bukan sebagai sejumlah pertanyaan yang dapat di akses secara langsung. Tetapi sebagai fenomena yang terdiri dari tanda-tanda, dimana untuk memahaminya dibutuhkan interprestasi dan sistematisasi yang konstan dan terus-menerus. Bahkan Al-Quran menjelaskan dengan gamblang bahwa ia terdiri dari tanda (ayat) dimana pemahaman terhadapnya bergantung kepada proses pemikiran,kontemplasi dan penalaran.
- D. Kesimpulan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar