Rabu, 27 Maret 2013

Pendekatan fenomenologis dalam studi islam


1.latar belakang
Mengkaji  fenomena keagamaan berarti mempelajari perilaku manusia dalam kehidupanya dalam beragama. Dengan cara pendekatan sosial,metode teknik dan juga dapat dipahami dengan mencermati perilaku manusia, sehingga di mungkinkan banyak unsur yang dapat menemukan semua perilaku tersebut. Hal ini juga sudah tentu berlaku juga untuk semua fenomena keberagaman (religions phenomenon ).
Dalam studi agama kontemporer, fenomena keberagamaan manusia dapat dilihat dari berbagai sudut  pandang yang berbeda. Ia tidak lagi hanya dapat dilihat dari sudut yang sempit  dan semata-mata terkait dengan normativitas ajaran wahyu, meskipun fenomena ini sampai kapanpun adalah ciri khas daripada agama-agama. Tetapi ia juga dapat dilihat dari sudut historisitas pemahaman dan interprestasi perorangan atau kelompok terhadap norma-norma ajaran islam.sebagai sebuah istilah fenomenologi pertama kali diciptakan pada tahun 1764 oleh ahli matematika dan filosof Swiss-Jerman, Johan heinrich lambert. Ia menggunakan istilah ini untuk merujuk kepada hakikat ilusif dari pengalaman manusia dalam upaya untuk mengembangkan suatu teori pengetahuan yang membedakan kebenaran dari kesalahan.
Pendekatan fenomenologis dalam agama merupakan suatu pendekatan yang didesain sedemikian rupa yang berakar dari pendekatan filosofis sebagaimana diakui sendiri oleh Amin Abdullah. Bahwa pendekatan fenomenologi cukup berjasa dalam membuka wawasan dan cakrawala baru dalam mencari sebuah “esensi” keberagamaan manusia.
  1. A.      Pengertian fenomenologi.
Istilah fenomenologi telah lama digunakan sejak Lambert yang seZaman dengan Kant , Hegel dan Peirce,dengan arti yang berbeda-beda.Pada era Lambert fenomenologi diartikan sebagai ilusi atas pengalaman. Kata fenomenologi dalam bahasa inggis disebut Phenomonon yang secara estimologis berarti perwujudan, kejadian, arau gejala. Akan tetapi, Pada media Abad XIX arti fenomenologi menjadi sinonim dengan fakta.
Pendekatan fenomenologis mula-mula merupakan upaya membangun suatu metodologi yang koheren bagi studi agama.dalam tujuan fenomenologi mengacu pada tiga hal, yaitu : Filsafat, Sejarah dan Pengertian yang komprehensif. Dengan demikian “fenomenologi agama”  dalam acuan dirinya yang pertama menghubungkan pada disiplin ilmu.
Ironisnya, dari sekian banyak pendekatan tokoh dan karya dalam bidang fenomenologi agama sebagai salah satu pendekatan alternative dalam bidang Religionswissenchaft. Secara keseluruhan yang disebutkan disini adalah fenomenologi non-muslim.
  1. B.      Studi Agama Dengan pendekatan Fenomenologis.
perkembangan studi agama secara fenomenologis terjadi secara signifikan.
Ake Hultzkrantz paling tidak menetapkan tiga poin signifikansi fenomenologi dalam studi agama, yaitu :
  1. Mencari bentuk-bentuk dan struktur agama, dan akhir dari suatu agama tertentu. Para fenomenolog tentu berusaha untuk mengidentifikasi bahan-bahan untuk mengkaji  fenomena-fenomena dalam islam.
  2. Berusaha memahami fenomena keagamaan yang bekerja dalam dua tingkatan, pertama, ia mencoba mencari tempat dari sifat bawaan agama dalam suatu budaya, yaitu apa makna agama bagi orang-orang yang ada dalam kebudayaan tersebut. Kedua, ia melibatkan pemahaman umum terhadap elemen-elemen keagamaan dalam hubungan yang lebih luas, yaitu makna teoritisnya.
  3. Menyediakan suatu makna bagi sejarah agama-agama dengan cara menerangkan bersama dan mengintegrasikan.  Fenomenologi agama sangat membantu dalam menyelesaikan problematika suatu masalah yang terjadi pada masa lampau atau yang akan datang.
  1. C.      Problematika Pendekatan fenomenologis Dalam Studi Islam
Kesulitan pertama yang dihadapi dalam membangun suatu pendekatan metodologis adalah pada pada penyingkiran wahyu tuhan dalam dunia ilmiah,permasalahan seperti ini muncul karena manusia tidak memahaminya sebagai dua hal yang ekslusif. Namun seorang sarjana muslim hampir tidak pernah mengabaikan fakta bahwa wahyu ketuhanan berada diluar aktivitas modern atau di luar irrasional.
Dengan demikian, wahyu harus didekati bukan sebagai sejumlah pertanyaan yang dapat di akses secara langsung. Tetapi sebagai fenomena yang terdiri dari tanda-tanda, dimana untuk memahaminya dibutuhkan interprestasi dan sistematisasi yang konstan dan terus-menerus. Bahkan Al-Quran menjelaskan dengan gamblang bahwa ia terdiri dari tanda (ayat) dimana pemahaman terhadapnya bergantung kepada proses pemikiran,kontemplasi dan penalaran.
  1. D.      Kesimpulan
Pendekatan fenomenologi adalah sebuah pedekatan yang menkaji tentang keberagamaan sebagaimana ia muncul dan menjelma. Pendekatan ini lahir dari anggapan bahwa keberagamaan dapat dipahami dengan utuh jika dikaji dari fenomenanya. Maka yang menjadi fokus pendekatan fenomenologis adalah apa yang menjadi esensial dalam kehidupan beragama.

"PENDEKATAN ANTROPOLOGI DALAM STUDI ISLAM"

BAB I
PENDAHULUAN
  1. A.           Latar Belakang
Antropologi merupakan suatu objek dimana teori memiliki kedudukan yang sangat penting. Antropologi juga sering kali dianggap sebagai merupakan dimana teori yang terikat dengan praktik. Dalam teori ini memaparkan hakikat umum dari kajian antropologi, percabangan, dan lapangan kajiannya. Setiap pembahasan teori antropologi memiliki pertimbangan, penekanan, dan kebijakan sendiri untuk menggolong-golongkan dan memosisikan paradigma satu sama lain dalam antropologi. Keanekaragaman budaya  menggolongkan paradigma tersebut memiliki penentuan batas yg berbeda. Sering kali terjadi suatu paradigma yang digolongkan ke dalam paradigma konflik dalam structural-fungsionalisme, sehingga paradigma konflik tersebut secara relatif dapat dimasukkan ke dalam  kedua paradigma tersebut, yakni sebagai paradigma konflik dan juga paradigma struktural-fungsionalisme. Akan tetapi, dengan senantiasa menyadari adanya kerumitan tersebut, penggolongan paradigma antropologi itu sendiri mencangkup keanekaragaman budaya. Sebagaimana halnya persoalan yang dihadapi ketika menggolongkan teori-teori ke dalam paradigma, cabang, dan pendekatan yang mengandung persoalan yang sama. Dan pengetahuan antropologi ini tidak hanya berbeda dari pengetahuan folk melainkan juga dari psikologi, sosiologi, biologi dan sumber-sumber pengetahuan lain yang kurang lebih sistematik, mengenai kondisi ini manusia. Antropologi pada dasarnya juga memfokuskan masalah budaya yang mengkaji terhadap budaya umat manusia. Berdasarkan ruang lingkup kajian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa antropologi sosial bersumber dari ruang lingkup yang sama, karena masyarakat dan budaya merupakan satu kesatuan sistem yang tak terpisahkan, sehingga keduanya sering disebut antropologi sosial-budaya.
Kehadiran antropologi sosial-budaya (antropologi sosiokultural) relative masih sangat muda bila dibandingkan dengan sosial lainnya. Kehadirannya sejalan dengan kebutuhan kolonialisme sejak abad ke 18. Pada saat itu orang-orang eropa banyak membutuhkan informasi dan pengetahuan mengenai penduduk yang dijajah, baik mengenai kehidupan sosialnya, maupun kehidupan budayanya. Sejak itu antropologi berkembangnatau bergerak kea rah ilmu pengetahuan terapan yang sebelumnyahanya berkembang atau bergerak dikawasan kampus dan lembaga ilmu pengetahuan murni. Bersamaan dengan itu, pola-pola penelitian lapangan dengan menggunakan metode etnografi pun berkembang.
Dengan memahami kedudukan ini, kita an memperoleh pemahaman dasar mengenai interaksinya dengan pemikiran-pemikiran teori dalam disiplin-disiplin ilmu sosial lainnya, khususnya seperti sosiologi dan psikologi, yang sepanjang sejarah pembentukan antropologi besar pengaruhnya. Namun, selangkah lebih awal, penulis ingin membicarakan secara singkat mengenai gagasan yang mendasar mengenai ilmu sosial itu sendiri.

  1. B.           Rumusan Masalah
  1. Bagaimana Definisi Antropologi menurut para ahli ?
  2. Bagaimana fase perkembangan Antropologi ?
  3. Bagaimana ranah kajian antropologi kontemporer ?
  4. Apa manfaat mengkaji ilmu Antropologi dalam Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI ANTROPOLOGI

Dalam definisi ini akan menjelaskan beberapa uraian  Antropologi. Antropologi berasal dari kata antrophos yang berarti manusia, dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Dan para ahli mendefinisikan antropologi sebagai berikut :
-          William A. Haviland, Antropologi adalah studi tentang manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
-          Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Antropologi adalah Ilmu manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka warna, bentuk fisik, adat istiadat dan kepercayaan pada masa lampau.
-          Koentjaraningrat, antropologi adalah Ilmi yang mempelajari manusia pada umumnya mempelajari tentang aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
-          Definisi Antropologi menurut para ahli, Antropologi adalah ilmu tentang manusia yang ditinjaui dari sudut sejarah kebudayaannya, hokum ilmu yang meneliti sebab persengketaan dan cara penyelesaiannya, terutama pada masyarakat sederhana
-          Definisi Antropologi menurut pandangan para tokoh, Antropologi adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang mengenai masyarakat ( sebagai satuan sosial ) atau kebudayaan..
  1. B.   SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI ISLAM
Perkembangan Antropologi Fase ke I
Sekitar abad ke -15-16, bangsa-bangsa eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari cirri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang diskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau diskripsi tentang bangsa-bangsa. Bahan-bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, para permulaan abad ke -19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang Ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha – usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.
Perkembangan Antropologi Fase ke II (tahun 1800-an)
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. Masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang sangat lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitive yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya.
Pada fase ini, antroologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan masyarakat primitive dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Perkembangan Antropologi Fase ke III (awal abad ke-20)
                               Pada fase ini, Negara – Negara di Eropaberlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia, dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya , pemerintah kolonial Negara Eropa berusaha mencari- cari kelemahan suku asli untuk kemudian melakukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari nahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaan, untuk kepentingan pemerintah kolonial.
Perkembangan Antropologi Fase Ke Empat (setelah tahun 1930-an)
Pada fase ini, Anntropologi ini berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang dijajah bangsa Eropa mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa. Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia ke II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar Negara-negara di Dunia kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaran yang tak berujung. Namun pada saat itu juga muncul semangat Nasionalisme bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu-belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil keluar dari belenggu-belenggu penjajahan. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun Proses – proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi yang tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga keada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.
  1. C.  RANAH KAJIAN ANTROPOLOGI
           
Dalam penjelasan ini ada beberapa tokoh yang mengemukakan tentang ranah kajian antropologi. Dalam pandangan Arendt ranah kajian antropologi merupakan salah satu yang mendasar dalam perspektif antropologi semenjak dibangunnya disiplin ini. “Peniruan manusia “ (human artifice) berupa kebudayaan adalah mekanisme adaptif primer dari spesies manusia. Sepanjang kariernya, Leslie White (1949;1959) juga mengemukakan gulatan tentang pemahaman kebudayan sebagai mekanisme ekstra-somatik, mekanisme penggunaan energi yang tergantung pada eksistensinya pada penggunaan symbol-simbol. Dan ada pula para ahli antropologi Clifford juga mengatakan sangat berpengaruh dalam pengembangan paradigma antropologi yang diusulkannya mengenai konsekuensi dan implikasi. Dari fakta tersebut bahwa “manusia adalah hewan yang melakukan simbolisasi, konseptualisasi, dan mencari makna.
Menjadi manusia berarti hidup di dunia yang “nyata” dan “artifisial” , atau di dunia yang dimiliki bersama sekaligus direbutkan dengan spesies hewan lainnya. Dengan kata lain, spesies manusia menghadapi pertahanan kehidupan manusia dan mempertahankan identitas manusia yang mana banyak melakukan berbagai aktivitas yang fungsi primernya mendefinisikan dan membatasi status manusia. Dan juga aktivitas – aktivitas yang ekspresi asal usulnya terletak pada kecenderungan manusia terhadap perwujudan makna-makna melalui simbol-simbol mengenai dunia.  Dengan dipertahankannya identitas manusia melibatkan aktivitas-aktivitas seperti seni, musik, dan ritual, dan meliputi isu-isu seperti pembentukan kepribadian dan formulasi pandangan dunia. Dalam ahli filsafat dan ahli sejarawan sosial Johan Huizinga juga menaruh perhatian pada dipertahankannya identitas manusia tatkala ia berargumen bahwa permainan adalah suatu landasan kebudayaan manusia: “ Kehidupan sosial dibentuk oleh bentuk-bentuk suprabiologi dalam bentuk permainannya, yang meningkatkan nilainya. Melalui permainan inilah masyarakat mengekspresikan interpretasinya dalam kehidupan dan dunia. Dalam kajian ini seharusnya dikaji dari perspektif ilmiah. Cara-cara bagaimana masalah-masalah yang diasosiasikan dengan dipertahankannya identitas manusia yang dapat dipelajari dari perspektif ilmiah.
Apabila diperhatikan secara lebih cermat, pembedaan yang tegas ini berupaya mempertahankannya kehidupan dan upaya mempertahankan identitas yang tidak lagi dapat digunakan kalau dikaitkan dengan aktifitas manusia. Semua, paling tidak sebagian besar, aktifitas manusia melibatkan dipeliharanya kehidupan maupun identitas bersama-sama. Antropologi juga mencangkup kegiatan keagamaan karena merupakan salah satu cara yang signifikan dimana manusia mendefinisikan diri mereka sebagai manusia, namun isi dan organisasi keyakinan keagamaan dan perilaku erat terkait dengan strategi kebudayaan tertentu mengenai adaptasi-sedangkan strategi yang fungsinya paling nyata dan langsung adalah dipertahankannya kehidupan manusia. Fenomena kematian karena ilmu sihir (voodoo) jarang dapat digolongkan semata-mata sebagai konsekuensi dari dipertahankannya kehidupan atau dipertahakannya manusia; kajian antropologi mengenai kematian karena voodoo menjelaskan gejala ini dalam konteks interaksi antara faali dan psikologi. Jelaslah hewan manusia adalah satu-satunya hewan yang dapat dibunuh dengan cara sugesti. Esensi yang mendasar dari kondisi keberadaan  manusia adalah saling terpadunya dua aspek, yakni dipertahankannya kehidupan manusia dan dipertahankannya identitas manusia.
Pembagian kedua dimensi ini penting dalam konteks pengalaman manusia. Alasannya adalah pertama, pembedaan ini cukup tepat untuk melihat perbedaan antara ranah-ranah kajian anropologi dan etnologiKedua, pembedaan ini berguna karena sebagian besar antropologi kontemporer, dalam praktik, cenderung membedakan keduanya tatkala menawarkan eksplanasi atau analisis antropologi. Dapat dikatakan bahwa semua anropologi memiliki pendapat yang semua bahwa kehidupan dan identitas manusia saling memengaruhi satu sama lain, tapi tatkala mereka harus mendefinisikan masalah penelitian, sebagian besar antropologi memilih untuk memfokus atau menekankan salah satu aspek. Sebagai akibat dari penekanan tersebut sering kali suatu kajian mendefinisikan subjeknya begitu sempit sehingga tidak lagi bisa mempelajari setiap bagian dari pengalaman manusia yang diketahui. Sehingga antropologi sebegitu jauh tidak berhasil mengembangkan satu paradigma yang mempelajari kedua masalah tersebut secara sepenuhnya terintegrasi.
Berikut ini akan ditunjukkan kegunaan pembedaan antara “dipertahankannya kehidupan manusia “ dan “depertahankannya identitas manusia” sehingga merujuk kepada dua contoh yang kontras satu sama lain. Pertama, marilah kita perhatikan contoh dari Roy Rappaport, “Ritual Regulation of Environmental Relations Among a New Guinea People”, yang merupakan pendekatan Antropologi yang berfokus pada masalah-masalah, konsekuensi-konsekuensi, dan imlikasi-implikasi yang dikaitkan dengan dipertahankannya kehidupan manusia. Artikel Rappaport dimaksudkan untuk menghadapi pandangan umum bahwa aktifitas ritual tidak memiliki efek praktis terhadap dunia luar selain fungsi sosiologis dan psikologis sebagai pemeliharaan kohesi sosial dan intensifikasi dari rasa takut. Rappaport menunjukkan bahwa siklus ritual Tsembaga memainkan peranan yang signifikan dalam penyesuaian diri orang Tsembaga terhadap lingkungan alam mereka. Secara spesifik, ia menunjukkan bahwa aktivitas ritual mengatur distribusi tanah, frekuensi perkelahian antarkelompok, dan distribusi protein hewani dari kelebihan jumlah babi dalam komunitas.
Rappaport menyadari bahwa ia mengabaikan keseluruhan isu “dipertahankannya identitas manusia “ (meskipun ia tidak menggunakanistilah itu,) dan ia mengutarakannya sebagai berikut :
“Ruang tidak memungkinkan saya untuk membahas korelasi ideologi (dari siklus ritual orang Tsembaga). Patut dicatat bahwa
  • orang Tsembaga tidak perlu mempersepsi semua efek empiris yang ingin dilihat antropolog mengalir dari perilaku ritual mereka. Konsekuensi empiris sebagaimana yang mereka dapat persepsi tidaklah sentral bagi rasionalisasi mengenai kegiatan ritus tersebut. Orang Tsembaga mengatakan bahwa mereka melakukan ritus untuk menata kembali hubungan-hubungan mereka dunia dengan supranatural. Kita hanya dapat menyatakan dalam hal ini bahwa perilaku yang mereka wujudkan ketika mengacu kepada “lingkungan kognisi” mereka-yang meliputi unsur-unsur lingkungan roh-roh nenek monyang-tampaknya sesuai dalam “lingkungan operasional”, yakni lingkungan materi yang dispesifikasi oleh antropolog melalui kegiatan pengamatan, termasuk pengukuran”.
Rappaport menegaskan dalam pengamatannya bahwasanya seperti ritual orang Tsembaga tak lain adalah perilaku adaptif sekelompok orang. Selain itu, secara ontologism Rappaport tidak salah dalam memandang ritual Tsembaga tidak lebih dari perilaku asalkan ia dapat menunjukkan konsekuensi-konsekuensi praktis dari perilaku tersebut. Akan tetapi, keputusunnya untuk memandang ritual orang Tsembaga sebagai tak lebih dari perilaku adaptif semata-mata adalah persoalan sudut pandang atau penekanan saja. Semua antropolog mungkin mengetahui atau menyadari bahwa ritual “lebih” dari sekadar perilaku adaptif karena tidak ada spesies lain yang mewujudkan aktifitas ritual dalam kaitannya dengan keyakinan kosmologi sebagai bagian dari strateginya bagi beradaptasi kepada lingkungan. Keyakinan kosmologi orang Tsembaga mungkin tidak relevan dengan efek praktis ritual Tsembaga, tetapi bukannya tidak relevan dengan apa yang dimaksud sebagai “menjadi orang Tsembaga”. Dengan memusatkan perhatian pada aspek “dipertahankan kehidupan manusia”, maka memungkinkan bagi kita untuk menunjukkan mengapa ritual-ritual dan kosmologi tertentu mengambil bentuk seperti orang Tsembaga, tetapi tidak mungkin untuk menunjukkan asal-usul perilaku ritual, kita perlu memusatkan perhatian pada aspek “dipertahankannya identitas manusia”.
Pokok penting antropologi dari ilustrasi di atas yang dijabarkan oleh Rappaport dan Geertz, sebagian besar antropolog menyempitkan lapangan penelitian dan analisis mereka tatkala menyoroti topic-topik tertentu. Kecuali ketika berupaya membangun etnografi yang komprehensif, sebagian antropolog niscaya memusatkan perhatian mereka pada masalah-masalah yang terkait baik yang dipertahankannya identitas manusia, banyak etnografi yang baik yang ditulis secara eksklusif dari salah satu dari kedua sudut pandang itu. Dalam melaksanakan penelitian ilmiah, ilmuwan mau tak mau harus memusatkan perhatian pada aspek-aspek dari fenomena tertentu yang mereka pandang paling penting atau bernilai pada suatu (waktu ketika aspek-aspek tersebut mereka anggap terabaikan sebelumnya), yang suatu keputusan sebagian didasarkan pada kepentingan pribadi dan sebagian atas dasar komitmen paradigmatik.
Apakah antropolog memilih untuk memusatkan perhatian pada pertanyaan-pertanyaan yang dikaitkan dengan dipertahankannya kehidupan manusia atau dipertahankannya identitas, mereka idealnya harus menyadari bahwa tidak ada eksplanasi antropologi yang lengkap hingga implikasi dari kedua masalah tersebut diperhatikan. Esensi dari perspektif antropologi, sekali lagi, adalah pengakuan bahwa masing-masing factor tersebut bermain. Ranah kajian antropologi terdiri dari tentang asal muasal, konsekuensi-konsekuensi, dan implikasi-implikasi dari upaya manusia untuk mempertahankan kehidupan dan identitas.
Penting untuk selalu diingat pada tingkatan ini bahwa pembedaan antara “dipertahankannya kehidupan manusia” dan dipertahankannya identitas manusia” tidak sejajar dengan perbedaan antara perilaku dan pikiran, etik, dan emik atau materialistik dan idealisme. Dipertahankannya kehidupan manusia dan identitas manusia mencakupi perilaku dan pikiran, keduanya dapat dipelajari baik dari perspektif etik maupun emik, dan pembedaan antara keduanya tidak ada kaitan apa-apa dengan argumentasi mengenai hakikat kausalitas kebudayaan. Melainkan, pembedaan tersebut dimaksudkan untuk mengangkat karakter esensial dari kondisi manusia, dimana manusia itu terpisah dari semua bentuk kehidupan hewan lainnya dengan atau melalui “keartifisialan manusia”  sedangkan pada saat yang sama, hewan-hewan lainnya tetap terikat dengan fakta dan bentuk-bentuk kehidupan itu sendiri. “ Keartifisialan manusia “ itu, dalam perspektif antropologi, adalah kebudayaan, dan konsep kebudayaan itu merupakan unsur mendasar dalam perspektif antropologi. Secara dominan antropologi merupakan abstraksi atau paparan aspek dari realitas.
  1. D.     MANFAAT MENGKAJI ANTROPOLOGI DALAM ISLAM
Dalam mempelajari antropologi dalam islam kita dapat mengambil banyak ilmu didalamnya,manfaatnya begitu besar dalam kehidupan sosial.manfaat dari mengkaji antropologi itu sendiri yaitu :
  1. Kita dapat mengetahui kehidupan manusia seperti : sifat,  kebudayaan, bahasa/sastra, ras, bentuk dan lain-lain.
  2. Kita dapa mengetahui pola perilaku manusia dalam kehidupan bernasyarakat secara Universal maupun pola perilaku manusia pada tiap-tiap masyarakat (sukubangsa)
  3. Dapat mengetahui berbagai macam problem dalam bermasyarakat serta memiliki kepekaan terhadap kondisi-kondisi dalam masyarakat baik yang menyenangkan serta mampu mengambil inisiatif terhadap pemecahan permasalahan yang muncul dalam lingkungan masyarakatnya.
  4. Dapat mengetahui peran masyarakat dalam identitas manusia.
  5. Kita dapat mengetahui sejarah manusia jaman-jaman dahulu.
  6. Kita dapat membentuk kepribadian dan formulasi pandangan dunia dengan melihat kejadian-kejadian yang telah lampau sebagai tolak ukur untuk masa yang akan dating.
  7. Kita dapat melestarikan kebudayaan nenek-nenek moyang kita, untuk dijadikan suatu karya besar yang bersejarah.
  8. Kita dapat menyelesaikan suatu masalah antar kelompok dengan mengetahui karakter masing-masing antar kelompok antar suku.
  9. Kita dapat mempertahankan kehidupan dan identitas tentang asal muasal manusia
Dari uraian manfaat mengkaji antropologi ini sangatlah penting bagi manusia untuk mengambil inisiatif dalam pemecahan suatu permasalahan yang terkandung dalam Antropologi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada hakikatnya manusia itu adalah suatu makhluk yang tak bisa dipisahkan satu sama lain,walaupun manusia terbentuk dari berjuta-juta karakter yang berbeda-beda. Dan demikianlah hal-hal yang dapat dikemukakan  tentang konsep-konsep kebudayaan, metode penelitian, dan kedudukan antropologi secara umum. Diharapkan makalah ini, dengan segala kekurangannya dapat menambah dan memperluas horizon dan wawasan, terutama yang berkaitan dengan persoalan menggunakan metode penelitian disilin ilmu antropologi dalam memahami budaya antar agama. Benar bahwa unsur-unsur dari suatu kebudayaan tidak dapat dimasukkan ke dalam kebudayaan lain tanpa mengakibatkan sejumlah perubahan pada kebudayaan itu. Tetapi harus diingat bahwa kebudayaan itu tidak bersifat statis, selalu berubah. Tanpa adanya “gangguan” dari kebudayaan lain atau asing pun dia akan berubah dengan berlalunya waktu. Bila tidak dari luar, aka nada individu-individu dalam kebudayaan itu sendiri yang akan memperkenalkan variasi-variasi baru dalam tingkah laku yang akhirnya akan menjadi milik bersama dan dikemudian hari akan menjadi bagian dari kebudayaannya. Dapat juga terjadi karena beberapa aspek dalam lingkungan kebudayaan tersebut mengalami perubahan dan pada akhirnya akan membuat kebudayaan tersebut secara lambat laun menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi tersebut. Dengan memahami hal ini akan menambah para pemeluk agama bertoleransi terhadap perbedaan – perbedaan yang lokal. Dengan alasan dibawah ini bahwa jika aspek-aspek lokal harus diubah, akan terjadi perubahan-perubahan yang drastis dan menyeluruh dalam kebudayaan yang bersangkutan yang ujung-ujungnya hanya akan menghasilkan berbagai bentuk konflik yang merugikan masyarakat antar agama.
Sebagai akhir kata, mungkin dapat dikatakan bahwa pendekatan antropologi , pendekatan etnografi dalam upaya memahami dan mengkajin agama akan banyak sekali gunanya bagi para pemuka agama, da’i, serta para pemegang kebijaksanaan politik keagamaan di Indonesia. Untuk itu, kegiatan – kegiatan penelitian yang dilakukan haruslah dilandasi oleh kedalaman dan kesempurnaan pengetahuan mengenai antropologi. Sebab jika tidak, pemahaman yang dihasilkan akan dangkal dan bahkan salah pemahaman yang hanya menghasilkan berbagai kericuhan karena salah paham, dalam hubungan antar umat beragama maupun dalam hubungan antar umat beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Fedyani Saifuddin, PH.D. (2006). “Antropologi Kontemporer : Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma “.Jakarta:Kencana.
Koentjaraningrat, (1996). Pengantar Antropologi I.Jakarta: Penerbit  Cineka Putra
Koentjaraningrat,(1982). Sejarah Teori Antropologi.Jakarta: Penerbit Cineka Putra
Harsojo,(1984) .Pengantar Antropologi:Cetakan Kelima, Jakarta: Penerbit Cineka Putra

MASA PRA-ISLAM


Masa pra-Islam adalah masa dimana sebelum datangnya islam, tepatnya di daerah  jazirah Arab. Masa jahiliyah juga dapat dikatan sebagai masa dimana sebelum Nabi Muhammad SAW lahir. Istilah  Jahiliyah diberikan kepada bangsa arab waktu untuk yang berpola kehidupanya bersifat primitif.  Mereka pada umunya hidup berkabilah-kabilah dan nomaden (berpindah-pindah). Bangsa jahiliyah tidak mengenal baca tulis atau bisa disebut ummi, itulah yang membuat mereka hidup dalam kebodohan dan ketertinggalan jaman. Al-Qur’an menunjukan masa itu adalah sebagai berikut : zaman tidak mempunyai nabi dan kitab suci, zaman tidak mempunyai peradaban masyarakat tidak berakhlak dan angkuh. Semua itu yang membuat mereka hidup dalam kesesatan dan ketertinggalan, masa itulah yang disebut masa jahiliyah.
Dengan demikian, tidak berarti mereka tidak mempunyai potensi peradaban. Mereka sebenarnya dalam kondisi yang fitrah,dalam arti tidak terkontaminasi oleh kemerosotan seprti yang terjadi pada bangsa persia dan romawi. Mereka tidak memiliki kemewahan seperti yang dimiliki seperti bangsa persia yang pandai menciptakan kemerosotan manusia pada waktu itu. Dan mereka juga tidak memiliki kekuatan militer seperti romawi yang membuat mereka mengexpansi-expansi ke negara-negara tetangga. Mereka juga tak memiliki kemegahan filosofis seperti yunani, yang menjerat mereka dalam dunia yang penuh dengan mitos dan khufarat.
Yang paling fenomenal dari bangsa Arab jahiliyah adalah tradisi kesusastraan yang amat tinggi,itu berupa syair-syair.yang setiap tahun berpusat di Suq al-ukaz. Syair-syair terbaik diabadikan dengan dituliskan dengan tinta emas yang digantung di dinding ka’bah yang dinamakan almu’ allaqat. Syai mempunyai peran yang sangat penting bangsa arab jahiliyah. Fungsi syair sama halnya dengan fungsi pers. Seseorang bisa jatuh dalam kehinaan karena sebait syair atau sebaliknya.

TUHAN LEBIH TAHU

  Berdoa adalah suatu ritual yang sakral, kita setiap hari mungkin akan melakukanya lebih dari sekali entah doa itu selalu sama atau berubah sesuai keadaan. Namun kita tak boleh lepas dari yang namanya doa, berdoalah sebanyak mungkin karena tak ada yang membatasi kita untuk berdoa, karena hakikatnya doa itu akan kembali kepada masing-masing individu.
Doa mungkin ibarat suatu makanan, tanpanya hidup kita ada yang kurang, namun banyak orang terkadang menyalahkan Tuhan, karena doanya belum dikabulkan. Sebenarnya salah jika kita menyalahkan Tuhan tak mendengar doa kita, Tuhan akan mengabulkan apa yang menjadi kebutuhan kita bukan apa yang menjadi keinginan kita. karena itu  Tuhan lebih tau apa yang kita butuhkan daripada yang kita inginkan. Seandainya ada seorang yang ekonominya tidak miskin kurang kaya tapi sederhana, berdoa kepada Tuhan "berilah hamba ini mobil alphard",apaka seketika itu Tuhan akan memberikan mobil itu,mungkin tidak. Apabila mobil itu benar diberikan kepada orang yang hidupnya hanya sederhana,akaknkah orang itu mampu membayar pajaknya yantg begitu besar,apakah orang sederhana itu mampu membeli pertamax setiap hari????,disinilah Tuhan lebih tau apa yang kita butuhkan!!!! Apakah dengan tidak dikabulkanya doa kita berarti tuhan tidak berbaik hati kepada ummatnya. tidak!!!!
dilain pihak mungkin Tuhan ingin mendengarkan rintihan doa-doa kita yang benar-benar tulus. seperti cerita akan seorang pengamen,ada 2 kelompok pengamen yang sama-sama menjual kreativitas musik untuk mencari nafkah sehari-hari.pengamen pertama hanya terdiri dari 2 orang yang sama-sama malasnya,dia hanya mengamen asal-asalan yang penting dia mendapatkan uang setiap hari, tanpa mempedulikan kreativitas. dan pengamen yang kedua berkelompokkan dari 5 orang, yang masing-masing memegang alat yang berbeda-beda. Namun kreativitas dari pengamen ini sungguh diakui oleh pendengar musiknya,suatu hari dua pengamen ini sama-sama pergi keluar dari persembunyianya untuk menjual musiknya, setiap pengamen pertama mampir di sebuah rumah makan,tak ada seorang pun yang menikmati suara atau lantunan musiknya, al hasil orang-orang yang makan cepat-cepat merogoh kantong dan mengambil uang dengan nominal terkecil dan segera memberikan kepada pengamen itu,dan berharap sang pengamen cepat-cepat pergi dari hadapanya dan semoga tak mengganggu selera makanya lagi.
pengamen yang kedua mulai beraksi pergi ketempat rumah makan satu ke rumah makan lainya, mereka melantunkan musik dengan ciri khas yang dapat menarik sang pendengar lantunan lagu,al-Hasil orang-orang yang mendengar pengamen tersebut menunggu memberikan uang sampai lirik lagu yang dinyanyikan tersebut habis. kemudian bukan uang sedikit yang keluar dari kantong sang pendengar lantunan lagu tersebut. kisah ini dapat kita ambil hikmahnya, Orang yang mungkin tak pernah berdoa namun Tuhan selalu memberikan kecukupan materi dalam dunia ini,seperti pengamen yang pertama, karena kekayaan dunia tak ada artinya dimata Sang pencipta, namun orang yang belum dikabulkan doanya,disitulah Tuhan ingin lebih lama mendengarkan lantunan doa-doa yang begitu indah keluar dari lisan dan hati kita.
semoga kita tergolong orang yang disayang Tuhan,AMIN.keep calm and wolez-wolez.

PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM STUDI ISLAM

PENDEKATAN SOSIOLOGIS DALAM STUDI ISLAM
Latar Belakang
Islam jika ditarik garis besar merupakan agama yang sebagian penyebaranya melalui proses sosialisasin masyarakat. Dimasa lampau, Islam pernah mengalami masa kejayaan dibidang ilmu pengetahuan dan hampir menguasai lebih dari setengah wilayah bumi. Kemudian di tengah perkembanganya yang begitu cepat terjadi hal sebaliknya yang merugikan islam waktu itu, kemunduran islam pada waktu itu disebabkan oleh macam-macam faktor. Salah satunya disebabkan pola interaksi masyarakat muslim dengan yang menganut agama lain.
Pada awal penyebaranya, hubungan islam dengan agama lain dapat terjalin dengan harmonis dan romantis, khususnya setelah kejadian fathu mekkah. Namun, kesalahpahaman dengan penganut agama lain pun juga tak bisa terhindarkan, yang sebagian besar disebabkan kesalahpahaman hubungan sosial antar-agama.
Dengan demikian, memahami Islam yang telah berproses dalam sejarah dan budaya tidak akan lengkap tanpa memahami manusia. Karena realitas keagamaan sejatinya adalah realitas kemanusiaan yang mengejawantah dalam dunia nyata. Oleh karena itu, sosiologi sangat diperlukan dalam memahami islam, sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan memahami islam yang telah dipraktikkan, islam menjadi gambaran sesungguhnya dari keberagama manusia. Hal itulah yang mendorong penulis menyusun makalah tentang pendekatan sosiologis dalam studi islam.
Pengertian Sosiologi
Secara etimologi, kata sosiologi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari kata “socius” yang berarti teman, dan “logos” yang berarti berkata atau berbicara tentang manisia yang berteman atau bermasyarakat. Secara terminologi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan-perubahan sosial. Adapun objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia dan permasalahan yang timbul diantaranya. Sedangkan tujuanya adalah meningkatkan keharmonisan hubungan diantara banyak perbedaan manusia.
August Comte (1798-1853), ilmuwan dari prancis merupakan orang yang pertama kali memakai istilah “sosiologi”. Sosiologi menurut comte, harus dibentuk berdasarkan pengamatan terhadap masyarakat bukan merupakan spekulasi-spekulasi semata. Sosiologi merupakan ilmu yang dipelajari sebagai cara hidup didalam masyarakat yang berbeda-beda atau cara beradaptasi didalam suatu komunitas. Dengan ilmu ini kita dapat menganalisa suatu permasalahan yang muncul ditengah-tengah masyarakat atau komunitas tertentu dan dapat memahami suatu hubungan masyarakat.
Islam dan Masyarakat
Islam datang ke-Indonesia sudah lebih dari lima abad yang lalu. Meskipun demikian, pemahaman dan penghayatan tentang nilai-nilai keagamaan masih dipengaruhi oleh budaya lokal yang kehadiranya lebih dulu sebelum islam. Hal tersebut dikarenakan faktor historis yang terdapat di indonesia. Sehingga nilai-nilai kebudayaan masih mempengaruhi nilai-nilai ke-islaman.
Islam mampu diterima masyarakat Indonesia dan berkembang pesat dikarenakan cara pendekatan terhadap lapisan masyarakatnya, baik lapisan atas maupun lapisan bawah dengan menggunakan jalur perdagangan, pernikahan dan dakwah. Dalam berdakwah, cara yang paling mudah diterima oleh masyarakat adalah melalui simbologi-simbologi lokal yang dialih fungsikan oleh para pendakwah pada masa tersebut. Contoh riilnya ialah tentang budaya tahlilan.
Budaya yang asal mulanya merupakan penyembahan kepada arawah para leluhur pada masa Hindu-Budha dialih fungsikan dengan menyusupkan doa-doa islami. Walaupun secara simbologi tidak berubah substansi didalamnya, namun berubah menjadi sesuatu yang benar menurut agama Islam. Islam di indonesia tumbuh begitu pesat, tanpa disadari hampir seluruh warga negara Indonesia sekarang mayoritas berAgama Islam. Hal tersebut dibuktikan dengan berdirinya bangunan-bangunan masjid yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
Pendekatan Sosiologi terhadap Perkembangan Islam
Pendekatan sosiologi melihat agama sebagai objek, baik berupa ajaranyadalam kerangka teori-teori sosiologi. Misalnya, ayat-ayat yang menjelaskan tentang fakir-miskin dijelaskan dengan kerangka teori-teori kemiskinan yang terdapat pada sosiologi. Jadi terdapat kesinambungan antara Islam dan sosiologi yang tak bisa dipisahkan satu sama lain.
Setidaknya, ada empat pendekatan sosiologi yang dipergunakan dalam keja ilmiah sosiologi:
Evolusionisme
Yaitu mencari pola perubahan dan perkembangan yang muncul dalam pola masyarakat yang berbeda.
Contoh : paham wahabi di Indonesia. Bagaimana dapat berkembang sama seperti paham wahabi di damaskus, Timur Tengah. Apakah pengaruh proses globalisasi akan sama mempengaruhi keluarga muslim dinegara berkembang sama seperti yang ditemui di negara barat.
Intraksionisme
Yaitu memusatkan perhatian pada interaksi antara individu dan kelompok. Interaksi ini terjadi bisa dengan menggunakan simbol-simbol masyarakat.
Contoh : Bulan-Bintang merupakan simbol bagi ummat muslim, begitu juga dengan adanya masjid (tempat ibadah), masjid menjadi simbol bahwa masyarakat setempat adalah pemeluk islam. Adzan digunakan sebagai isyarat bagi kaum muslim untuk menunaikan ibadah.
Fungsionalisme
Masyarakat dipandang sebagai suatu jaringan kerja sama satu kelompok yang saling membutuhkan satu sama lain dalam suatu sistem yang harmonis. Salah satu prinsip teori fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya.
Contoh : hakim berperan dan berfungsi sebagai penegak keadilan. Ulama berperan sebagai orang yang diikuti ijtihadnya.
Kesimpulan
Kita sebagai umat manusia yang diciptak untuk saling menjalin tali silaturahmi, harus dapat memahami pentingnya arti sosiologi, agar terjalinya hubungan masyarakat yang harmonis dan sejahtera,tanpa adanya konflik didalamnya dan kita dapat menyelesaikan masalah yang terjadi didalam masyarakat atau kelompok.

DEMOKRASI PANCASILA

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Demokrasi merupakan sebuah produk luar negeri. Mengenai istilah demokrasi, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti memerintah. Abraham Lincoln mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan “ dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat ”. Dalam sistem pemerintahan demokrasi, kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan rakyat.
Sedangkan Pancasila merupakan sebuah dasar Negara atau ideologi bangsa Indonesia, pancasila merupakan hasil buah pikir yang melalui beberapa tahapan dan di akhiri dengan pemuatan yang melalui piagam Jakarta atau “Jakarta charter”
Dan dari keduanya munculah sebuah paham yang di rasa cocok untuk bangsa Indonesia yaitu Demokrasi Pancasila. Demokrasi yang merupakan sebuah produk paham luar  mempunyai banyak kecocokan dengan kepribadian rakyat indonesia sehingga di sandingkan dengan pancasila yang sejatinya ideologi yang telah mengakar di kepribadian rakyat Indonesia. bagaimana seperti yang ditulis  Almarhum  Moh. Hatta bahwa,”Di desa-desa sistem demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan bersama. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia harus berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan almarhum ini tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan keputusannya tersebut. (Prijono Tjiptoherijanto dan Yomiko M. Prijono, 1983 hal 17-19). Hal inilah yang membedakan demokrasi yang berada di Indonesia dengan demokrasi yang lainnya. Apa saja yang membedakanya akan kita bahas pada pembahasan di Bab II.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian  Demokrasi Pancasila
Prof. Dardji Darmodihardjo,S.H.
Demokrasi pancasila adalah Paham demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan seperti dalam pembukaan UUD 1945.
Prof. dr. Drs. Notonagoro,S.H.
Demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ensiklopedi Indonesia
Demokrasi Indonesia berdasarkan Pancasila yang meliputi bidang-bidang politik sosial ekonomi, serta yang dalam penyelesaian masalah-masalah nasional berusaha sejauh mungkin menempuh jalan permusyawaratan untuk mencapai mufakat
.B. Aspek Demokrasi Pancasila
Berdasarkan pengertian dan Pendapat tentang demokrasi Pancasila dapat dikemukakan aspek-aspek yang terkandung di dalamnya.
Aspek Material (Segi Isi/Subsrtansi)
Demokrasi Pancasila harus dijiwai dan diintegrasikan oleh sila-sila lainnya. Karena itulah, pengertian demokrasi pancasila tidak hanya merupakan demokrasi politik tetapi juga demokrasi ekonomi dan sosial (Lihat amandemen UUD 1945 dan penyelesaiannya dalam pasal 27,28.29,30,31, 32, 33. dan 34).
Aspek Formal
Mempersoalkan proses dan cara rakyat menunjuk wakil-wakilnya dalam badan-badan perwakilan rakyat dan pemerintahan dan bagaimana mengatur permusyawaratan wakil-wakil rakyat secara bebas, terbuka, dan jujur untuk mencapai kesepakatan bersama.
Aspek Normatif
Mengungkapkan seperangkat norma atau kaidah yang membimbing dan menjadi kriteria pencapaian tujuan.
Aspek Optatif
Mengetengahkan tujuan dan keinginan yang hendak dicapai.
Aspek Organisasi
Mempersoalkan organisasi sebagai wadah pelaksaan demokrasi pancasila di mana wadah tersebut harus cocok dengan tujuan yang hendak dicapai.
Aspek Kejiwaan
Menjadi semangat para penyelenggara negara dan semangant para pemimpin pemerintah.
C . Prisip-Prinsip Demokrasi Pancasila
Adapun Prinsip-prinsip Pancasila:
Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia
Keseimbangan antara hak dan kewajiban
Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain
Mewujudkan rasa keadilan sosial
Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan
Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
D. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dalam Waktu 50 Tahun
Periode 1945-1949 dengan Undang-Undang 1945 seharusnya berlaku demokrasi Pancasila, namun dalam penerapan berlaku demokrasi Liberal.
Periode 1949-1950 dengan konstitusi RIS berlaku demokrasi liberal.
Periode 1950- 1959 UUDS 1950 berlaku demokrasi Liberal dengan multi-Partai
Periode 1959-1965 dengan UUD 1945 seharusnya berlaku demokrasi Pancasila namun yang diterapkan demokrasi terpimpin ( cenderung otoriter)
Periode 1966-1998 dengan UUD 1945 berlaku demokrasi Pancasila (cenderung otoriter)
Periode 1998- sekarang UUD 1945, berlaku Demokrasi Pancasila ( cenderung ada perubahan menuju demokratisasi)
BAB III
KESIMPULAN
Seiring berjalannya waktu, demokrasi indonesia terus mengalami banyak sekali perubahan. Dari cenderung liberal, cenderung otoriter, hingga menuju kepada demokratisasi. Perlunya bagi setiap warga Negara Indonesia untuk mengetahui dan menghayati peran sebagai warga Negara dengan nilai – nilai Demokrasi Pancasila. Karna banyak sekali hal – hal penting yang terkandung dalam Demokrasi Pancasila. Setidaknya mampu untuk mengintegrasikan aspek – aspek yang terkandung dalam Demokrasi Pancasila, seperti Aspek Material, Aspek Formal, Aspek Normatif, Aspek Optatif, Aspek Organisasi, dan Aspek Kejiwaan. Namun hal tersebut juga harus didasari dengan prinsip pancasila dan dengan tujuan nilai yang terkandung di dalamnya.  Oleh karena itu, kita dapat merasakan demokrasi dalam istilah yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
-.Kewarganegaraan SMA Untuk Kelas X. Jakarta: Erlangga.
-Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Untuk Kelas 2 SMU..
-Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII Edisi 4

PENGERTIAN JATIDIRI ORANG

Dalam perjalanan hidup, seorang manusia akan melalui sebuah perkembangan dalam dirinya. Salah satunya adalah dalam pembentukan kepribadian. Apa itu kepribadian ?. kata kepribadian sendiri merupakan sebuah kosa kata yang tak jarang terdengar oleh telinga kita. akan tetapi, banyak diantara kita yang belum tentu memahami benar apa itu kepribadian ?. Dalam lingkup ilmu jiwa makna kepribadian secara etimologi berasal dari kata personality (bahasa inggris) ataupun persona (bahasa latin), yang berarti kedok atau topeng. Bisa kita simpulkan sebagai tutup muka seorang pemain teater panggung, maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang. Ada sebuah kutipan pendapat mengenai kepribadian. Menurut Prof.F.Patty MA, yang dikutip dari pendapat Prince yang mengatakan : “Kepribadian adalah jumlah dari keseluruhan unsur-unsur biologis, dorongan, kecenderungan, keinginan-keinginan dan naluri-naluri individu, dan juga disposisikan serta kecenderungan yang berasal dari pengalaman. kepribadian seseorang akan terbentuk melalui hasil sebuah proses bukan kejadian serta merta. kepribadian itu di dapat dari hasil proses kehidupan seseorang, sehingga setiap kepribadian seseorang itu berbeda. Sedangkan dalam jiwa seorang muslim, kepribadian merujuk kedapa dua hal, yaitu AL-Qur’an dan As-Sunnah. Dimana kepribadian dan seluruh aspek-aspeknya semisal, tingkah lakunya, kegiatan-kegiatan jiwa, filsafah hidup. Kepercayaannya menunjuk kepada Allah serta penyerahan diri kepadaNYA. Walaupun kepribadian setiap muslim berbeda akan tetapi kesemua itu di satu padukan melalui AL-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam pembentukan pribadi itu sendiri dapat melalui 3 faktor. Yaitu, Faktor Biologis, Faktor Sosial, dan Faktor Kebudayaan.
Faktor Biologis
Faktor ini bisa kita sebut sebagai faktor Psikologis, yang berhubungan dengan  jasmani. Faktor ini berasal dari keturunan atau bisa jadi pembawaan dari lahir, yang mempunyai peranan dalam unsur kepribadian dan tingkah laku
Faktor Sosial
Social disini adalah masyarakat. Dimana lingkungan sekitar menjadi salah satu pembentuk pribadi. Seperti adat istiadat, peraturan yang berlaku dan bahasa. Dalam faktor social orang tua mempunyai paranan penting dalam pembentukan pribadi, karena interaksi yang lebih sering antara anak dan orang tua, sehingga orang tua bisa menjadi acuan kepribadian anak. Adapun sekolah yang menjadi salah satu factor terpenting dalam pembentukan pribadi seorang muslim.
Faktor Kebudayaan
Faktor Sosial bisa termasuk kedalam Faktor Kebudayaan, oleh sebab kebudayaan merupakan sebuah tradisi yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi. Karena kepribadian terbentuk bisa melalui kebudayaan yang dijunjung, sehingga adanya sebuah keharusan untuk mentaati, mematuhi dan tetap selaras dengan budaya yang dijunjung.
B.Demokrasi Pancasila Dan Pembentukan Kepribadian
Pendidikan agama mempunyai faktor yang besar dalam mendidik kepribadian seseorang, bukan hanya pendidikan umum yang harus selalu di nomer satukan akan tetapi pendidikan agama juga harus demikian, karena di keduanya memiliki hubungan, dimana ilmu agama sebagai pembentuk karakter yang baik sehingga menjadi pembatas seperti sikap sombong, tamak, dan perbuatan yang tidak seharusnya.
Negara Indonesia adalah Negara yang berpaham demokrasi pancasila. Dalam Pancasila banyak mengandung unsur-unsur keberagamaan sehingga pancasila bisa menjadi salah satu pemahaman mengenai akhlak kepada seseorang, semisal :
Ketaqwaan terhadap satu Tuhan dan hanya percaya akan keberadaan satu Tuhan.
Menjadi seorang yang adil dan memiliki kualitas adab yang baik seperti tingkah laku yang sopan.
Mencintai Negara atau sikap Nasionalisme, dan menjaga kesatuan Negara.
Menumbuhkan sikap Demokratis.
Menumbuhkan sikap keadilan, tolong-menolong, kejujuran, dan kesemua itu dapat di pelajari dari ilmu agama.
Dari kelima sila yang telah di jabarkan di atas dapat menghasilakan realisasi mengenai kepribadian bagi seorang muslim, yaitu :
Manusia sebagai makhluk individu
Manusia sebagai makhlik social
Manusia sebagai makhluk susila
Manusia sebagai makhluk berTuhan
C.Akhlak Islam Dalam Kepribadian Seorang Muslim
Menurut bahasa, perkataan akhlak berasal dari perkataan (al-khulq) yang berarti tabi’at, kelakuan, perangai, tingkahlaku, adat kebiasaan bahkan dengan agama itu sendiri. Sedangkan menurut istilah adalah sifat yang tertanam di dalam diri manusia yang dapat mengeluarkan sesuatu perbuatan dengan senang dan mudah tanpa pemikiran, penelitian dan paksaan.
Islam memiliki dua sumber dan menjadi sumber dari segala sumber yaitu AL-Qur’an dan As-Sunnah. Dan dari kedua sumber itulah menjadi sumber dari akhlak islamiyah. Hal itu juga dikuatkan dengan hadist berikut, "Islam itu akhlak yang baik". Begitu juga sabda Baginda yang bermaksud : "Tidak ada sesuatu yang lebih berat timbangannya selain daripada akhlak yang mulia."
Akhlak islam dalam pembentukan pribadi memiliki beberapa karakteristik seperti yang telah di jelaskan oleh Dr. H. Zaenudin Bukhori, M.Ag seperti :
Kebajikan mutlak.
Kebaikan yang menyeluruh.
Konsisten dan mantap dalam mengerjakan kebajikan.
Ketaatan menjalankan perintah dan menjauhi.
Pengawasan internal secara continue.
Ruang lingkup akhlak seorang muslim sangat luas seperti, akhlak manusia sebagai hamba Allah, akhlak terhadap sesama manusia, terhadap alam, terhadap orang tua dan masih banyak lagi. Dalam penjabaranya akhlak akan saya perkecil menjadi tiga, yaitu :
Akhlak terhadap Allah
Beriman kepada Allah, yaitu percaya, yakin kepada Allah dan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi larangannya.
Beribadah dan mengabdikan diri kepada Allah.
Senangtiasa bertaubat kepada-NYA ketika lupa dan melakukan hal-hal yang dilarang-NYA.
Mencari keridhoan Allah, dan selalu mengharapkan Allah ada dalam setiap apa yang di kerjakan.
Menjalankan segala hal yang wajib dan fardhu.
Ridho terhadap apa yang di berikan Allah, seperti sabda Nabi : "Apabila mendapat kesenangan dia bersyukur dan apabila dia ditimpa kesusahan dia bersabar maka menjadilah baik baginya."
Akhlak dengan manusia
Akhlak dengan Rasulullah, yaitu percaya bahwa rosulullah adalah utusan Allah.
Akhlak dengan Ibu dan Bapak, seperti firman Allah SWT : " Kami perintahkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapa."
Akhlak dengan Guru, hal ini di kuatkan oleh satu hadist Rosulullah, yaitu : "Muliakanlah orang yang kamu belajar daripadanya."
Akhlak dengan tetangga, kaum muslimin sangat di anjurkan untuk menghormati tentangganya dengan tidak menggangunya dan membuat mereka nyaman bertetangga dengan kita.
Akhlak dengan suami istri, seperti firman Allah : "Dan gaulilah olehmu isteri-isteri itu dengan baik."
Akhlak dengan Anak-anak, seperti hadist Nabi :  "Anak-anak lelaki disembelih aqiqahnya pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama dengan baik-baik dan dihindarkan ia daripada perkara-perkara yang memudharatkan. Apabila berusia enam tahun hendaklah diberi pengajaran dan pendidikan akhlak yang baik."
Akhlak dengan kerabat, seperti firman Allah : "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan dan memberi kepada kaum kerabat."
Akhlak terhadap makhluk selain manusia.
Malaikat, Akhlak Islam menuntut seseorang muslim supaya menghormati para malaikat dengan menutup aurat walaupun bersendirian dan tidak ada orang lain yang melihat.
Jin,  Adab terhadap golongan jin di antaranya, Rasulullah melarang membuang hadas kecil di dalam lubang-lubang di bumi karena tempat itu  adalah kediaman jin.
Hewan, tidak memberinya beban di luar kesanggupanya ketika hewan itu digunakan dalam bekerja, ketika menyembelih menggunakan pisau yang tajam.
Alam, manusia di perintahkan untuk menjaga alam, menggunakannya secara tidak berlebihan, dan tidak semena-mena terhadap alam.
KESIMPULAN
Dewasa ini kepribadian secara islami pada seseorang jarang sekali untuk di temui. Hal ini tentu menjadi keprihatinan bersama. Menciptakan orang-orang yang berkepribadian islami serta mulia adalah salah satu cita-cita rosulullah seperti hadist nabi Muhammad SAW yang berbunyi : "Sesungguhnya aku diutuskan hanya semata-mata untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."
Sebagai generasi muda kaum muslimin, mengembangkan kepribadian yang bernafaskan islami adalah sebuah keharusan yang mutlak. karena akhlak merupakan sebuah ciri khas yang membedakan muslim dengan muslim lainya.
Pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya merupakan upaya untuk mengubah sikap kearah kecendrungan pada nilai-nilai keislaman. Perubahan sikap, tentunya tidak terjadi secara spontan. Semua berjalan dalam satu proses yang panjang dan berkesinambungan. pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya merupakan suatu pembentukan kebiasaan yang baik dan serasi dengan nilai-nilai akhlak al-karimah. Untuk itu setiap Muslim dianjurkan untuk belajar seumur hidup, sejak lahir, dibesarkan dengan yang baik, hingga diakhir hayat. Sehingga melekatlah kepribadian yang bernafaskan islami.
DAFTAR PUSTAKA
-Jalaludin, Teologi Pendidikan Islam. (Edisi Revisi) Raja Grafindo Persada. Jakarta : 2003
-http://www.geocities.com/kmbedu/sisakhlakislam.html
- Sardjonoprijo, Petrus, Psikologi Kepribadian, Jakarta: CV. Gramada 1982
- Jalaludin, Teologi Pendidikan.Raja Gafindo Persada .Jakarta: 2002

Pengertian Landasan Psikologis dalam Pendidikan

Pengertian Landasan Psikologis dalam Pendidikan
Pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psiologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan. Misalnya pengetahuan tentang aspekaspek pribadi, urutan, dan ciriciri pertumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling tepat untuk mengembangkannya. Untuk itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta berkaitan dengan aspek pribadi. Individu memiliki bakat, kemampuan, minat, kekuatan serta tempo, dan irama perkembangan yang berbeda satu dengan yang lain. Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa persamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar program pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar yang digariskan. Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja, 2005: 106). Perkembangan Individu dan Faktor yang Mempengaruhinya
Perkembangan Individu
Perkembangan adalah proses terjadinya perubahan pada manusia baik secaara fisik maupun secara mental sejak berada di dalam kandungan sampai manusia tersebut meninggal. Proses perkembangan pada manusia terjadi dikarenakan manusia mengalami kematangan dan proses belajar dari waktu ke waktu. Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan adanya pertumbuhan fisik dan biologis, misalnya seorang anak yang beranjak menjadi dewasa akan mengalami perubahan pada fisik dan mentalnya. Sedangkan belajar adalah sebuah proses yang berkesinambungan dari sebuah pengalaman yang akan membuat suatu individu berubah dari tidak tahu menjadi tahu (kognitif), dari tidak mau menjadi mau (afektif) dan dari tidak bisa menjadi bisa (psikomotorik), misalnya seseorang anak yang belajar mengendarai sepeda akan terlebih dahulu diberi pengarahan oleh orang tuanya lalu anak tersebut mencoba untuk mengendarai sepeda hingga menjadi bisa. Proses kematangan dan belajar akan sangat menentukan kesiapan belajar pada seseorang, misalnya seseorang yang proses kematangan dan belajarnya baik akan memiliki kesiapan belajar yang jauh lebih baik dengan seseorang yang proses kematangan dan belajarnya buruk. Manusia dalam perkembangannya mengalami perubahan dalam berbagai aspek yang ada pada manusia dan aspekaspek tersebut saling berhubungan dan berkaitan. Aspekaspek dalam perkembanga tersebut diantaranya adalah aspek fisik, mental, emosional, dan social.
Semua manusia pasti akan mengalami perkembangan dengan tingkat perkembangan yang berbeda, ada yang berkembang dengan cepat dan ada pula yang berkembang dengan lambat. Namun demikian dalam proses perkembangan terdapat nilai-nilai universal yang dimiliki oleh semua orang yaitu prinsip perkembangan. Prinsip perkembangan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
Perkembangan terjadi secara terus menerus hingga manusia meninggal dunia.Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda-beda. Semua aspek perkembangan saling berkaitan dan berhubungan satu sama lainnya. Arah perkembangan individu dapat diprediksi
Perkembangan terjadi secara bertahap dan tiap tahapan mempunyai karakteristik tertentu.
Pengaruh Heriditas dan Lingkungan Terhadap Perkembangan
Individu
Nativisme
Empirisme
Konvergensi
Behaviorisme
Humanisme
Individu.
Tokoh teori ini adalah Schoupenhauer dan Arnold Gessel. Implikasi teori nativisme terhadap pendidikan yaitu kurang memberikan kemungkinan bagi pendidik untuk mengubah kepribadian peserta didik.
Natifisme
Teori nativisme adalah teori yang berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan kedunia dengan membawa factor-faktor turunan dari orang tuanya dan faktor tersebut yang menjadi faktor penentu perkembangan
Empirisme
Teori empirisme adalah teori yang berasumsi bahwa setiap individu yang terlahir ke dunia adalah dalam keadaan bersih sedangkan faktor penentu perkembangan individu tersebut adalah lingkungan dan pengalaman. Tokoh teori ini adalah John Lock dan J.B.Watson. Implikasinya teori empirisme terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta didik
Konvergensi
Teori konvergensi adalah teori yang berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan serta pengalaman, atau dengan kata lain teori ini adalah gabungan dari teori empirisme dan teori konvergensi. Tokoh teori ini adalah Wiliam Stern dan Robert J Havighurst. Implikasinya teori konvergensi terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan kepada pendidik untuk membentuk kepribadian individu sesuai yang diharapkan akan tetapi tetap memperhatikan factor-faktor heriditas yang ada pada individu.
Tahapan dan Tugas Perkembangan Serta Implikasinya Terhadap Perlakuan Pendidik
Tahap dan tugas perkembangan individu.
Asumsi bahwa anak adalah orang dewasa dalam skala kecil (anak adalah orang dewasa mini) telah ditinggalkan orang sejak lama, sebagaimana kita maklumi bahwa masa anak-anak adalah suatu tahap yang berbeda dengan orang dewasa. Anak menjadi dewasa melalui suatu proses pertumbuhan bertahap mengenai keadaan fisik, sosial, emosional, moral dan mentalnya. Seraya mereka berkembang, mereka mempunyai cara-cara memahami bereaksi, dan mempresepsi yang sesuai dengan usianya. Inilah yang oleh ahli psikologi disebut tahap perkembangan. Robert Havighurst (1953) membagi perkembangan individu menjadi empat tahap, yaitu masa bayi dan kanak-kanak kecil (06 tahun), masa kanak-kanak(6 - 12 tahun), masa remaja atau adoselen (12 – 18 tahun), dan masa dewasa (18 …tahun). Selain itu, Havighurst mendeskripsikan tugas-tugas perkembangan (development task) yang harus diselesaikan pada setiap tahap perkembangan sebagai berikut:
Tugas Perkembangan Masa Bayi dan Kanak-kanak kecil (06 tahun):
Belajar berjalan
Belajar makan makanan yang padat
Belajar berbicara/berkata-kata
Belajar mengontrol pembuangan kotoran tubuh
Belajar tentang perbedaan kelamin dan kesopanan / kelakuan yang sesuai dengan jenis kelaminnya.
Mencapai stabilitas fisiologis / jasmaniah
Pembentukan konsep sederhana tentang kenyataan sosial dan kenyataan fisik.
Belajar berhubungan diri secara emosional dengan orang tua saudara saudaranya, dan orang lain
Belajar membedakan yang benar dan yang salah dan pengembangan kesadaran diri / kata hati
Tugas perkembangan Masa-masa Kanak-kanak (6 – 12 tahun):
Belajar keterampilan fisik yang perlu untuk permainan sehari-hari
Pembentukan kesatuan sikap terhadap dirinya sebagai suatu organisme yang tumbuh
Belajar bermain dengan teman-teman mainnya
Belajar memahami peranan-peranan kepriaan atau kewanitaan
Pengembangan kemahiran dasar dalam membaca , menulis, dan berhitung
Pengembangn konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sehari-hari
Pengembangn kesadaran diri moralitas, dan suatu skala nilai-nilai
Penembangn kebebasan pribadi
Pengembangan sikap-sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga.
Tugas perkembangan masa Remaja / adoselen (12 – 18 tahun) :
Mencapai peranan sosial dan hubungan yang lebih matang sebagai laki-laki / perempuan serta kebebasan emosional dari orang tua memperoleh jaminan kebebasan ekonomi dengan memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan.
Mempersiapkan diri untuk berkeluarga
Mengembangkan kecakapan intelektual serta tingkah laku yang bertanggungjawab dalam masyarakat.
Tugas perkembangan pada masa Dewasa (18…)
Masa dewasa awal:
Memilih pasangan hidup dan belajar hidup bersama
Memulai berkeluarga
Mulai menduduki suatu jabatan/pekerjaan
Masa dewasa tengah umur:
Mencapai tanggung jawab sosial dan warga negara yang dewasa.
Membantu anak belasan tahun menjadi dewasa
Menghubungkan diri sendiri kepada suami/isteri sebagai suatu pribadi
Menyesuaikan diri kepada orang tua yang semakin tua
Tugas perkembangan usia lanjut :
Menyesuaikan diri pada kekuatan dan kesehatan jasmani
Menyesuaikan diri pada saat pensiun dan pendapatan yang semakin berkurang.
Menyesuaikan diri terhadap kematian,terutama banyak beribadah Yelon dan Weinstein (1977) sepakat bahwa perkembangan individu berlangsung secara bertahap. Pernyataan ini didasarkan pada karya tokoh-tokoh sebelumnya yang menerangkan perkembangan jenis-jenis tingkah laku dalam kebudayaan Barat pada umur yang bervariasi, perkembangan tingkah laku tersebut diantaranya yaitu:
A.Perkembangan jenis tingkah laku masa anak kecil (toddler)
Perkembangan fisiknya sangat aktif terutama untuk belajar menggerakan anggota tubuhnya.
Perkembangan bahasa pengucapan kalimat,serta belajar konsep-konsep dari benda yang dilihatnya.
Mulai menyukai anak-anak lain, tetapi tidak bermain dengan mereka.
Memberikan respon dan mulai tergantung pada orang tua.
B.Perkembangan jenis tingkah laku masa Pra sekolah (Prescholler)
Perkembangan otot yang mantap disertai koordinasi anggota tubuh.
Bahasa yang berkembang dengan baik, ditandai dengan pemahaman terhadap pandangan orang lain.
Mulai bisa mentaati aturan-aturan dan menghormati kekuasaan.
Memusatkan diri pada perbedaan gender dan kecakapan masing-masing dengan menekspresikan semua perasaan.
C.Perkembangan jenis tingkah laku masa Kanak-kanak (Childhood)
Keterampilan anggota tubuh cukup baik dan turut serta dalam permainan-permainan kelompok
Menggunakan simbol/bahasa untuk memecahkan masalah.
Mulai berorientasi pada kelompok yang mempengaruhi konsep dirinya.
Banyak menggunakan waktu untuk membebaskan diri dari rumah.
D.Perkembangan jenis tingkah laku masa Remaja awal (Early adolescense)
Pertumbuhan tubuhnya cepat ditandai dengan kematangan seksual.
Mulai dapat berpikir abstrak.
Menyesuaikan diri pada norma-norma kelompok dan berteman dekat dengan sebaya dan sejenis.
Mengusahakan untuk lebih bebas,dan emosional tidak stabil
E.Perkembangan jenis tingkah laku masa Remaja akhir (late Adolescense)
Mencapai kematangan fisik.
Egosentrisme hilang dan dapat berpikir abstrak
Berminat kepada lawan jenis dan mulai mengadakan hubungan pribadi.
Identitas dirinya mapan dilingkungan masyarakat.
Implikasi Perkembangan Individu terhadap perlakuan Pendidik (Orang Dewasa) yang diharapkan. Sebagaimana dikemukakan Yelon dan Weinstei (1977), implikasi perkembangan individu terhadap perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan dalam rangka membantu penyelesaian tugas-tugas perkembangannya adalah sebagai berikut :
Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa kanak-kanak kecil :
Menyelenggarakan disiplin secara lemah lembut secara konsisten.
Menjaga keselamatan tanpa perlindungan yang berlebihan.
Bercakap-cakap dan memberikan respon terhadap perkataan peserta didik.
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dan bereksplorasi.
Menghargai hal-hal yang dapat dikerjakan peserta didik.
Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa prasekolah :
Memberikan tanggung jawab dan kebebasan kepada peserta didik secara berangsur-angsur dan terusmenerus.
Latihan harus ditekankan pada koordinasi: kecepatan, mengarahkan keseimbangan, dsb.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta didik.
Menyediakan benda-benda untuk diekplorasi.
Memberikan kesempatan untuk berinteraksi sosial dan kerja kelompok kecil.
Menggunaka program aktif, seperti ; bernyanyi dengan bergerak, dll.
Memperbanyak aktivitas berbahasa seterti bercerita, mengklasifikasikan, diskusi masalah, dan membuat aturan-aturan.
Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa kanak-kanak :
Menerima kebutuhan-kebutuhan akan kebebasan anak ; dan menambah tanggung jawab anak.
Mendorong pertemanan dengan menggunakan projekprojek dan permainan kelompok.
Membangkitkan rasa ingin tahu.
Secara konsisten mengupayakan disipilin yang tegas dan dapat dipahami.
Menghadapkan anak pada gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan baru.
Bersama-sama menciptakan aturan dan kejujuran.
Memberikan contoh model hubungan social.
Terbuka terhadap keritik.
Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa remaja awal :
Memberikan kesempatan berolahraga secara tim dan perorangan, tetapi tidak mengutamakan tenaga fisik yang besar.
Menerima makin dewasanya peserta didik.
Memberikan tanggung jawab secara berangsur-angsur.
Mendorong kebebasan dan tanggung jawab.
Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa remaja akhir :
Menghargai pandangan-pandangan peserta didik.
Menerima kematangan peserta didik.
Memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk berolahraga dan bekerja secara cermat.
Memberikan kesempatan yang luas untuk pendidikan karir.
Menggunakan kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah.
Berkreasi bersama dan bersama-sama menegakan berbagai aturan.
Teori Belajar dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme berasumsi bahwa hasil dari sebuah pembelajaran adalah perubahan tingkah laku yang dapat diobservasi dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dengan faktor penentunya adalah penguatan atau dorongan dari luar. Teori behaviorisme memiliki komponen yang terdiri dari rangsangan (stimulation), tanggapan (response), dan akibat (consequence).
Tokoh teori ini adalah B.F.Skinner Implikasinya terhadap pendidikan adalah sebagai berikut :
Perlakuan terhadap individu didasarkan kepada tugas yang harus dilakukan sesuai dengan tingkat tahapan dan dalam pelaksanaannya harus ada ganjaran dan kedisiplinan
Motivasi belajar berasal dari luar (external) dan harus terus menerus dilakukan agar motivasi tetap terjaga
Metode belajar dijabarkan secara rinci untuk mengembangkan disiplin ilmu tertentu
Tujuan kurikuler berpusat pada pengetahuan dan keterampilan akademis serta tingkah laku sosial
Pengelolaan kelas berpusat pada guru dengan interaksi sosial sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu dan bukan merupakan tujuan utama yang hendak dicapai.
Untuk mengefektifkan belajar maka dilakukan dengan cara menyusun program secara rinci dan bertingkat sesuai serta mengutamakan penguasaan bahan atau keterampilan
Kognitif
Teori belajar kognitif berasumsi bahwa belajar adalah proses internal yang kompleks berupa pemrosesan informasi dikarenakan setiap individu memiliki kemampuan untuk memproses informasi sesuai faktor kognitif berdasarkan tahapan usianya sehingga hasil belajar adalah perubahan struktur kognitif yang ada pada individu tersebut.
Tokoh teori ini adalah Jerome Bruner
Implikasinya terhadap pendidikan adalah sebagai berikut :
Perlakuan individu didasarkan pada tingkat perkembangan kognitif peserta didik.
Motivasi berasal dari dalam diri individu (intrinsik) yang timbul berdasarkan pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.
Tujuan kurikuler difokuskan untuk mengembangkan keseluruhan kemampuan kognitif, bahasa, dan motorik dengan interaksi sosial berfungsi sebagai alat untuk mengembangkan kecerdasan
Bentuk pengelolaan kelas berpusat pada peserta didik dengan guru sebagai fasillitator
Mengefektifkan mengajar dengan cara mengutamakan program pendidikan yang berupa pengetahuan-pengetahuan terpadu secara hierarkis
Partisipasi peserta didik sangat dominan guna meningkatkan sisi kognitif peserta didik
Kegiatan belajar peserta didik mengutamakan belajar untuk memahami dengan cara insight learning
Tujuan umum dalam pendidikan adalah untuk mengembangkan sisi kognitif secara optimal dan kemampuan menggunakan kecerdasan secara bijaksanan
Humanisme
Teori belajar humanisme berasumsi bahwa belajar adalah fungsi seluruh kepribadian suatu individu dikarenakan suatu individu merupakan pribadi utuh yang mempunyai kebebasan memilih untuk menentukan kehidupannya, juga memiliki keinginan untuk mengetahui sesuatu, juga memiliki keinginan untuk bereksplorasi dan mengasimilasi pengalaman-pengalamannya. Tokoh teori ini adalah Carl Rogers
Implikasinya terhadap pendidikan adalah sebagai berikut :
Perlakuan terhadap individu didasarkan akan kebutuhan individual dan kepribadian peserta didik
Motivasi belajar berasal dari dalam diri (intrinsik) karena adanya keinginan untuk mengetahui
Metode belajar menggunakan metode pendekatan terpadu dengan menekankan kepada ilmu-ilmu
Sosial
Tujuan kurikuler mengutamakan pada perkembangan dari segi sosial, keterampilan berkomunikasi, dan kemampuan untuk peka terhadap kebutuhan individu dan orang lain bentuk pengelolaan kelas berpusat pada peserta didik yang mempunyai kebebasan memilih dan guru hanya berperan untuk membantu untuk mengefektifkan mengajar maka pengajaran disusun dalam bentuk topik-topik terpadu berdasarkan pada kebutuhan peserta didik.
Partisipasi peserta didik sangat dominan kegiatan belajar peserta didik mengutamakan belajar melalui pemahaman dan pengertian bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan
Tujuan umum pendidikan adalah untuk memaksimalkan kemampuan diri dan pemahaman
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Landasan psikologis pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam pelaksanan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda mulai dari bayi hingga dewasa.
Saran
Karena begitu pentingnya landasan psikologis dalam pendidikan maka seluruh calon pendidik dan para pendidik diharapkan mampu mempelajari serta mengaplikasikan landasan psikologis dalam pendidikan agar proses pendidikan berjalan dengan baik.

PENGERTIAN PROSTITUSI


A. Latar Belakang
Prostitusi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan terhadap moral/kesusilaan dan kegiatan prostitusi adalah sebuah kegiatan yang ilegal dan bersifat melawan hukum. Dalam ratifikasi perundang-undangan RI Nomor 7 Tahun 1984, perdagangan perempuan dan prostitusi dimasukan sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Kata prostitusi berasal dari kata latin 'prostitution (em)', kemudian diintrodusir ke bahasa Inggris menjadi 'prostitution', dan menjadi prostitusi dalam bahasa Indonesia. Dalam 'Kamus Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris', oleh John M. Echols dan Hassan Shadili prostitusi diartikan 'pelacuran, persundalan, ketuna-susilaan', sedang dalam tulisan 'Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Kehidupan Prostitusi di Indonesia', oleh Syamsudin, diartikan bahwa menurut isthlah prostitusi diartikan sebagai pekerja yang bersifat menyerahkan diri atau menjual jasa kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan upah sesuai apa yang diperjanjikan sebelumnya. Prostitusi atau Pelacuran adalah penjualan jasa seksual, seperti seks oral atau berhubungan seks. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur atau biasa disebut pekerja seks komersial (PSK). Kegiatan prostitusi adalah sebuah kegiatan yang patut ditabukan karena secara moral di anggap bertentangan dengan nilai agama dan kesusilaan.
B. Perumusan Masalah
Tumbuh suburnya kegiatan prostitusi di Indonesia merupakan bukti bahwa kegiatan prostitusi masih menjadi momok untuk moral masyarakat bangsa Indonesia, sehingga sulit untuk pemerintah dalam menghapus kegiatan prostitusi. Bahkan kegiatan prostitusi di tempatkan dalam satu tempat yang biasa disebut lokalisasi.
Sikap para penegak hukum pun di nilai kurang berani untuk mengurangi kegiatana pelacuran atau prostitusi, bahkan kegiatan ini telah banyak menjarah mental generasi bangsa, seperti baru-baru ini di temukan arisan seks di jawa timur dan tak tanggung-tanggung para pelakunya adalah anak yang masih duduk di bangku SMA.
Banyak daerah yang mengeluarkan peraturan daerah (perda) mengenai kegiatan prostitusi. seperti perda kota tanggerang, perda probolinggo, perda kota malang, perda bantul, perda lamongan, dan masih banyak perda di daerah-daerah lainya seakan hanya sebuah ambal-ambal, karena tidak konsistenya beberapa daerah mengenai perda yang telah disepakati sendiri.
C. Maksud Dan Tujuan
Pelacuran atau kegiatan prostitusi yang tidak hanya wanita dewasa yang melakukan, akan tetapi banyak wanita yang masih di bawah umur atau biasa di sebut ABG yang ikut peran serta. Tidak hanya anak-anak Mahasiswi bahkan anak-anak SMA ikut ambil bagian, alasan ekonomilah yang selalu menjadi alasan. Lilitan ekonomi yang semakin menjerat memaksa untuk mau terjun kedalam tempat-tempat prostitusi.
Pemerintah sendiri kurang serius dalam mengurangi pelacuran, terbukti dengan razia-razia yang dilakukan tidak menunjukan pengurangan terhadap pelacuran, bahkan banyak PSK kembali lagi ke tempat-tempat prostistusi. Seharusnya pemerintah juga ikut menghukum para pelanggan-pelanggan PSK karena ketika tidak ada lagi pelanggan PSK dengan sendirinya tempat-tempat prostitusi akan gulung tikar. Hal ini tidak akan berhasil tanpa ada dukungan dari setiap pihak. Berdasarkan prinsip universal tentang hak asasi manusia, sebenarnya setiap orang dewasa memiliki hak melakukan apa saja yang dianggap “menyenangkan” bagi badan mereka. Meski demikian, sebagai bangsa yang “bermoral” dan “beragama”, perlulah kita memiliki upaya mengatasi masalah prostitusi. Langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah mengubah pandangan orang tentang kegiatan seksual dengan cara menggeser paradigma prostitusi sebagai “perbuatan asusial” kepada “kesenangan seksual”
Makalah ini di fokuskan untuk pengurangan tempat-tempat prostitusi dan juga jumlah para pelanggan PSK. Intinya, Indonesia tidak perlu mengatur isu seksual dengan hukum. Mungkin yang menjadi masalah besar bagi kita adalah adanya pikiran yang memaksakan kehendak agar prostitusi diberantas di Indonesia. Upaya ini yang selama ini sulit dilakukan siapa pun dan di mana pun.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
A.Landasan Hukum
Dalam menanggapi prostitusi ini hukum diberbagai Negara berbeda-beda, ada yang mengkategorikan sebagai tindak pidana, namun ada pula yang bersikap diam dengan beberapa pengecualian, Indonesia termasuk yang bersikap diam dengan pengecualian.
Pangkal hukum pidana Indonesia adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai apa yang disebut hukum pidana umum. Di samping itu terdapat pula hukum pidana khusus sebagaimana yang tersebar di berbagai perundang-undangan lainnya.
Berkaitan dengan prostitusi KUHP mengaturnya dalam dua pasal, yaitu pasal 296 dan pasal 506. Pasal 296 menyatakan 'barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak lima belas ribu rupiah'. Sedangkan pasal 506 menyatakan 'barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seseorang wanita dan menjadikannya sebagai pelacur, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.
Dari situlah kita dapat tahu bahwa hukum pidana kita hanya mengkategorikan prostitusi sebagai suatu tindak pidana terhadap pihak perantaranya. Dalam hal ini Kepolisian hanya mempunyai ruang gerak untuk melakukan tindakan hukum terhadap perantara, bilamana terdapat perantara. Sehingga kegiatan prostitusi akan tetap berjalan selama masih banyak pelanggan.
Ketentuan lain yang mungkin dapat digunakan dalam menjerat praktek prostitusi adalah Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007, tent`ng Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan/atau Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak, yaitu manakala melibatkan anak, atau perundangan lain yang terkait dengan perundangan pidana. Adapun yang dikategorikan anak adalah mereka yang berumur di bawah delapan belas tahun. Berkaitan dengan anak ini dalam pasal 287 KUHP terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa 'barang siapa yang bersetubuh dengan seorang wanita di luar pernikahan, padahal diketahuinya atau sepetutnya harus diduga bahwa umurnya lima belas tahun, atau kalau tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun. Namun dengan keluarnya antara lain Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 serta Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007, maka batas umur dalam pasal 287 KUHP harus ditafsir dengan didasarkan pada undang-undang yang baru, yaitu di bawah umur delapan belas tahun, penafsiran semacam ini masuk dalam kategori penafsiran sistematik.
Manakala kita menilik Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007, dari judulnya saja sudah dapat tahu, bahwa undang-undang ini mengacu pada pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, yang di dalamnya termasuk juga dalam hal prostitusi. Membicarakan undang-undang ini tentu memerlukan bahasan yang panjang, namun demikian dapatlah kita coba menarik pangkal konteksnya saja.
B. Faktor Maraknya Prostitusi
Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka
yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Menilik ke belakang bahwa makin maraknya tempat-tempat prostitusi tak lepas dari lilitan ekonomi, sehingga banyaknya wanita yang memilih dengan melacurkan diri. Dalam pandangan agama prostitusi sama saja dengan perbuatan perzinaan. Perlunya penanaman pandangan agama sangat diperlukan dalam hal ini, dan mampu menjadi pembatas diri untuk melakukan hal-hal yang tidak sejalan dengan agama, moral maupun etika masyarakat.
Semakin mendesaknya kebutuhan-kebutuhan menjadi alasan rasional bukan moral. Misalnya, mundurnya usia perkawinan, tingginya angka perceraian, meningkatnya mobilitas penduduk, gaya hidup, pendapatan masyarakat, broken home,  dan tantangan yang dihadapi. Belakangan ini, berita di media massa membukakan mata bahwa globalisasi juga berdampak pada penyebaran dan perluasan ruang lingkup operasi perempuan penghibur.
Selain beberapa faktor-faktor di atas ada satu faktor yang jangan di kesampingkan, yaitu akses yang masih mudah di jumpai, bahkan beberapa tempat lokalisasi secara terang-terangan menawarkan jasa pelacuran. Berikut beberapa Fakta yang terjadi di Indonesia.
JAKARTA, JUMAT — Sekurangnya 150.000 anak Indonesia menjadi korban pelacuran anak dan pornografi tiap tahun. Angka itu meningkat 100 persen lebih dari statistik badan PBB, Unicef tahun 1998 yang mencatat sekitar 70.000 anak Indonesia menjadi korban pelacuran dan pornografi.
Koordinator Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) Ahmad Sofian yang ditemui hari Kamis (13/11) menjelaskan, 70 persen anak yang jadi korban berusia antara 14 tahun dan 16 tahun.
”Kejahatan yang menimpa mereka bervariasi, dari sindikat pelacuran, paedofilia, pornografi dan sebagainya. Perangkat hukum yang ada belum menjaring para konsumen yang terlibat eksploitasi seksual anak. Pria hidung belang paruh baya kini memburu pelacur anak karena dianggap bersih dan polos,” kata Sofian.
Jumlah pelacur anak di kota besar Indonesia mencapai angka ribuan orang. Di Jakarta diperkirakan sekurangnya ada 10.000 pelacur anak dan di Kota Medan, Sumatera Utara, ada setidaknya 2.000 pelacur anak. Jumlah lebih kecil dari kenyataan karena pelacuran anak merupakan fenomena gunung es.
Tarif kencan pelacur anak lebih tinggi ketimbang pelacur dewasa bahkan mahasiswi. Sofian menjelaskan, tarif kencan pelacur anak Rp 400.000 hingga Rp 1,5 juta. Mereka terjun ke pelacuran karena materialisme dan mengikuti gaya hidup mewah.
Para pelacur anak sangat rentan terhadap penularan penyakit kelamin hingga terjangkit virus HIV.”Berdasar survei di Medan, kurang dari 10 persen pelacur anak yang menggunakan pengaman dalam berhubungan seksual. Kini sejumlah pelacur anak menggunakan jasa perawatan medis resmi untuk mencegah kehamilan dengan disuntik ataupun pil kontrasepsi,” kata Sofian.
Jaringan pelacuran anak di kalangan siswi sekolah memiliki database dan daftar nomor telepon pelacur anak. Kondisi itu terjadi merata di kota-kota besar. Kota-kota yang menjadi pusat ESKA adalah Batam, Bali, Jakarta, Surabaya, Medan, dan tiga kota berdekatan, yakni Yogyakarta, Semarang, dan Solo. Anak-anak itu juga kerap diselundupkan ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, dan Jepang dengan berbagai modus.
C.Prostitusi Dalam Pandangan Agama Islam
Kegiatan prostitusi atau pelacuran dalam Agama Islam juga disebut dengan perbuatan zina, zina menurut Agama Islam adalah dosa besar. Seperti firman allah berikut : ‘ Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain selain Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina.” (QS.Al-Furqon:68). Mengenai firman diatas kata-kata zina  disebutkan pada urutan ketiga sehingga dapat disimpulkan bahwa perbuatan zina adalah perbuatan dosa besar yang ketiga dalam urutan syariat Islam.
Islam melarang dengan tegas mengenai perbuatan zinakarena hal tersebut adalah perbuatan kotor dan keji. Dalam firman Allah menyebutkan “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.(QS Al-Isra’:32). Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkomentar: “Allah SWT telah mengategorikan zina sebagai perbuatan keji dan kotor. Artinya zina dianggap keji menurut syara’, Akal dan Fitrah karena merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak istr, hakkeluarganya atau suaminya, merusak ke sucian pernikahan, mengacaukan garis keturunan, dan melanggar tatanan lainya”
Oleh karena itu kegiatan pelacuran atau zina di dalam Islam telah ditetapkan mengenai hukuman bagi para pelaku zina, dengan cambuk seratus kali bagi yang belum menikah dan hukuman rajam sampai mati bagi pelaku yang di ketahui sudah menikah. Selain hokum fisik tersebut. Hukuman moral dan social juaga di berikan berupa di umumkan aibnya, di asingkan, tidak boleh di nikahi dan di tolak persaksianya. Hukuman ini lebih bersifat kepada tindakan preventif (pencegahan), untuk pelajaran bagi orang lain. Mengingat betapa besar dampak perzinaan atau pelacuran yang begitu besar dan berbahaya bagi kehidupan manusia baik dalam tatanan kehidupan individu, keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat.
Menanamkan akhlak karimah sejak dini adalah salah satu tindakan yang bisa menjegah seseorang untuk berfikir pendek. Sehingga persoalan agama akan menjadi pertimbangan ketika seseorang tersebut ingin mengambil sebuah jalan. Pada kenyataannya banyak orang tua yang kurang perhatian dalam pendidikan akhlak anaknya, sehingga anak mudah sekali terjerebab ke dalam hal-hal yang tidak seharusnya.
D.Upaya Pengurangan Prostitusi
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghapuskan prostitusi, tetapi tetap saja ada dan tidak dapat dihilangkan, mengingat praktek prostitusi itu telah sama tuanya dengan kehidupan manusia sendiri. pandangan bahwa prostitusi merupakan perilaku kotor dan tidak bermoral serta salah satu penyakit sosial adalah fakta yang tidak dapat terbantahkan pula. “Tapi tidak mungkin pula untuk menghapuskan prostitusi adalah juga fakta tidak terbantahkan. Karena itu, penanganan prostitusi tidak dapat dilakukan secara sembarangan dan tidak hanya melihat berdasarkan aspek moral semata
Prostitusi adalah persoalan yang rumit dan terkait aspek sosial, budaya, ekonomi, politik serta moral dan agama. Dalam hal ini Pemerintah bersama seluruh masyarakat disarankan untuk menggunakan pendekatan sosial, budaya, ekonomi, politik selain moral dan agama untuk mencari penyelesaian
BAB III
A.Kesimpulan
Dalam kehidupan manusia, ekonomi adalah satu hal penting dalam keberlangsungan hidup, sehingga banyak orang melakukan apapun termasuk melacurkan diri. Padahal kegiatan prostitusi adalah sebuah kegiatan dimana masyarakat memandang hal tersebut melanggar nilai-nilai moral (perbuatan tercela), di sisi lain kegiatan tersebut dapat di tolerir demi nilai ekonomi, karena hampir sebagian besar kegiatan ini bersumber dari kemiskinan.
Rendahya pendidikan iman, takwa dan moral bisa di jadikan alasan semakin menjamurnya kegiatan prostitusi. Dan tidak selalu perempuan terus di salahkan karena dalam hal ini selalu di persalahkan, karena sebagai pelaku prostitusi, padahal banyak lelaki yang menfaatkanya.
B.Saran
Perlunya mencari pendekatan secara manusiawi dengan tidak selalu menyalahkan mereka yang terjun kedalam pelacuran karena pada dasarnya mereka (para wanita) adalah korban baik dari kekerasan, pemerkosaan dll. Dan selayaknya kita memperlakukan mereka secara manusiawi.
Janganlah kita melihat, menilai, apalagi menghakimi hitam-putih, baik-buruknya seseorang dari apa yang ia lakukan. Urusan benar-salah, dosa-tidak dosa, adalah urusan manusia dengan Tuhan-nya. Bagaimanapun, niat bertobat dalam hati para perempuan yang dilacurkan lebih patut dihargai jika dibandingkan dengan para koruptor berdasi dan dihormati yang diam-diam memakan uang rakyat banyak.
masyarakat bila digerakkan, dan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait akan mampu melakukan tindak pencegahan dan penanggulanggan prilaku prostitusi di lingkungnya
C.Penutup
Demikianlah makalah ini telah menemui titik akhir dan terima kasih kepada Beliau Drs. Nidlomun Ni’am. M.Ag atas bimbingannya sehingga kami dapat menyelesaikannya.
D.Daftar Pustaka
-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
- east timor forum

ISLAM DI ERA GLOBALISASI

ISLAM DI ERA GLOBALISASI
PENDAHULUAN
Pada awal kemunculanya, istilah studi Islam lebih dikenal dengan Islamic studies ( Dirasah Islamiyah). Sejak akhir abad ke-19 hingga kini, salah satu persoalan yang diangkat para pemikir muslim adalah sikap yang harus diambil terhadap ilmu pengetahuan modern dunia barat. Perdebatan mereka dilatar belakangi oleh kesadaran bahwa dunia Islam pernah menjadi pusat perhatian ilmu pengetahuan. Ilmu agama dan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam telah berlangsung sejak lama, tentu saja berawal semua itu ketika masa Nabi dan sahabat, semenjak masa itu studi islam tersebar di berbagai masjid seperti di Hijaz yang berpusat di kota Mekkahdan Madinah. Sedangkan di Irak yang berpusat di Basrah, Kuffah. Tetapi pada jaman modern, ilmu pengetahuan yang dimiliki Islam jauh tertinggal dengan ilmu pengetahuan modern oleh dunia barat.
  1. KAJIAN ISLAM DI MASA KLASIK DAN MODERN
sejak dari asal mulanya Islam, melalui ajaran prinsip-prinsip moral dan berlakunya hukum dalam kenyataan, pembaharuan masyarakat merupakan bagian dari inti ajaran Islam. Sungguh islam dapat dilukiskan sebagai gerakan pembaharuan sosio-ekonomi yang didukung oleh ide keagamaan dan etis tertentu yang sangat kuat berkenaan dengan Tuhan, manusia dan alam raya. Di Madinah, begitu keadaan mengizinkan, Nabi membentuk komunitas-negara dengan sebuah konstitusi dan sesuai tuntutan keadaan, perundang-undangan yang diperlukan pun dibuat untuk komunitas itu, baik dalam bentuk ordonasi dari Al-Qur’an maupun perintah-perintah Nabi, yang biasanya tidak dibuat tanpa musyawarah dengan anggota-anggota senior komunitas.
Faktor yang paling fundamental dan dinamis dari etika sosial yang diberikan Islam adalah egalitarianisme : semua anggota keimanan itu, tidak peduli warna kulit, ras dan status sosial dan ekonominya. Dan semua itu adalah partisipan yang sama dalam komunitas.disinilah dimana kajian islam perlu dipelajari, sebagaimana yang kita ketahui ketika jaman semakin maju akan ilmu pengetahuan maka semakin beragam juga masalah yang akan dihadapi oleh manusia dan oleh sebab itu ilmu pengetahuan saja tak cukup untuk menjadi solusi di era globalisasi namun harus didasari oleh agama yang menjadikan landasan pada ilmu pengetahuan tersebut sebagai solusi segala sesuatu masalah.
Sayangnya, dalam kebudayaan dan sistem pendidikan modern, kaum muda kita di didikdan dilatih didalam benteng-benteng yang terlindung dan tak tertembus, begitu mereka masuk dan kembali kedalam dunia masyarakat. Mereka ditempatkan didalam dunia yang sama sekali terpisah oleh dunia rakyat jelata. Akibatnya, disatu pihak kaum cerdik pandai itu mengajarkan kehidupan yang terpencil diatas menara gading tanpa memahami sama sekali keadaan masyarakat mereka sendiri. Dan dilain pihak, rakyat jelata yang tidak terpelajar tidak dapat memperoleh kebijakan (hikmah) dan kaum intelektual yang sama, yang telah mereka ongkosi dan mereka dukung perkembanganya.
Sumber utama ajaran islam adalah Al-Quran dan Sunnah. Yang disebut pertam merupakan kodifikasi yang disampaikan Allah SWT melalui jibril kepada Nabi Muhammad SAW.sedangkan yang disebut kemudian merupakan tradisi Nabi, baik yang bersifat perkataan(hadist) atau tingkah laku perbuatan Nabi, dimana semua itu merupakan penjelasan(tafsir) atas ajaran-ajaran dalam Al-Qur’an maupun Sunnah, menduduki posisi sentral dalam bangunan ajaran Islam.
  1. SIGNIFIKANSI PENYEGARAN KAJIAN ISLAM DI ERA GLOBALISASI
Dorongan untuk membahas masalah ini ialah konstatasi bahwa kaum muslim Indonesia sekarang ini telah mengalami kejumudan kembali dalam pemikiran dan pengembangan ajaran-ajaran islam, dan kehilangan psychologycal striking force dalam perjuangannya. Sebuah dilema yang sedang dihapi oleh umat Islam : apakah akan memilih menempuh jalan pembaharuan dalam dirinya, dengan merugikan integrasi yang selam ini didambakan, ataukah akan mempertahankan dilakukanya usaha-usaha ke arah integrasi itu sendiri sekalipun dengan akibat keharusan ditolenrasinya kebekuan pemikiran dan hilanya kekuatan moral yang ampuh.
Jika kita telah sampai pada keputusan hendak melakukan pembaharuan dikalangan umat, darimanakah kita hendak membukanya???. Dalam hubunganya dengan masalah ini, dapatkah dikemukakan sebuah ungkapan Andrew Beufre :”our traditional lives of though must go everboard, for it’s now far effectiveness is problematical”.(garis-garis pemikiran kita yang tradisional harus dibuang jauh-jauh, sebab, sekarang ini jauh lebih mempunyai kemampuan melihat ke depan daripada mempunyai kekuatan yang besar namun daya gunanya masih di pertanyakan)
  1. KESIMPULAN
Sumber utama ajaran Islam adalah Al-Quur’an dan sunnah. Pembaharuan Islam di masa klasik maupun modern tak lepas dari kedua hal tersebut.karena Al-Qur’an dirancang bukan untuk suatu kaum tertentu atau kurun waktu yang terbatas, tidak sebagaimana kitab-kitab suci lain Allah, seperti : Taurat, Injil dan Zabur. Namun kehadiranya dimaksudkan untuk petunjuk dan pedoman hidup seluruh ummat manusia disepanjang zaman, maka ajaran-ajaranya yang dikandunya bersifat global dan universal.