Generasi Alay Menkerdilkan Karakter Kepemimpinan
alay anak layangan
nongkrong pinggir jalan sama teman-teman biar kelihatan anak pergaulan yang
doyan kelayapan. Alay gaya kayak artis, sok selebritis norak-norak abis
dilihatnya najis aduh begitu narsis alay jangan lebay plis.
Lagu
dangdut yang dinyanyikan oleh Lolita ini sangat cocok dengan keadaan masyarakat
muda saat ini. Gaya atau model mereka semakin aneh-aneh saja, mulai dari gaya
pakaian, rambut maupun bergaul. Bahkan, hal ini sudah merambah ke berbagai
askep kehidupan masyarakat.
Alay
atau sering disebut anak layangan adalah orang-orang kampung norak yang baru
bisa berlagak seperti anak kota. Alay sering diidentikan dengan narsisme,
kenorakan maupun sesuatu yang mengarah ke pada keburukan. Alay juga bisa
disamakan dengan penyakit kanker yang lambat laun akan membunuh masyarakat muda
Indonesia. Bagaimana tidak, dengan gaya seperti itu tidak jarang juga akan
mempengaruhi akhlaq mereka karena pergaulan yang tidak terkontrol.
Mereka
juga tak menyadari bahwa dengan gaya alay tersebut semakin pula mereka hidup
hedonis, karena untuk bergaya mereka
harus mengeluarkan biaya yang jumlahnya tidak sedikit dan juga membutuhkan
waktu lama.
Salah
satu penyebab hal ini adalah semakin perkembangnya tegnologi saat ini yang
semakin mudah untuk mengupdate sesuatu yang menurut mereka bisa merubah
penampilan yang mereka anggap gaul, mengikuti jaman dan baik untuk mereka. Dan
juga berita-berita baru atau seputar tren gaul terkini. Artis yang sedang naik
daunpun menjadi panutan bagi anak muda atas model yang mereka kenakan, misalnya
saja Syahrini dengan jambul katulistiwanya dan pernak-pernik yang dipakai.
Apabila
hal ini tidak ditangani secara cepat, maka akan semakin merajalela bahkan bisa
menjadi identitas bagi negara ini. Dan generasi yang diidam-idamkan oleh banyak
masyarakat yang kelak akan menggantikan pemimpin saat ini untuk merubah keadaan
menjadi lebih baik hanya akan menjadi angan-angan belaka.
Menyoal Problematika Kepemimpinan
Dengan
permasalahan yang sedang terjadi dilingkungan anak muda saat ini, kita juga harus
menilik lebih tinggi lagi bagaimana pemimpin kita saat ini. Begitu banyaknya
kritikan tentang kinerja pemimpin menjadikan penulis ingin mengungkap
problematika pemimpin saat ini.
Pemimpin
asketis memang sangat dibutuhkan oleh negara yang sedang krisis pemimpin ini,
maksudnya pemimpin saat ini dalam kinerjanya tidak bisa diharapkan lagi, karena
apa yang dilakukan saat ini tidak sama dengan ucapan atau janji mereka saat
kampanye. Kampanye hanya dijadikan sebagai alat untuk menarik perhatian
masyarakat agar memilih dia pada waktu pemilu.
Tanpa
disadari artikel maupun tulisan lain yang berbau opini yang sering keluar di
surat kabar telah mengkritik mereka atas apa yang telah mereka kerjakan selama
memimpin negara ini. Mereka tidak begitu setuju dengan kinerjanya yang dirasa
hanya mementingkan golongan elit dan menindas yang kecil (miskin).
Dengan
banyaknya kritikan masyarakat tersebut masih juga tidak merubah keadaan
sedikitpun. Maka dari itu, masyarakat saat ini tidak lagi percaya dengan
omongan yang dikatakan oleh para pemimpin, sehingga masyarakat sangat sulit
untuk diajak bersinergi meskipun mengarah ke pada kemamkmuran bangsa.
Pernyataan
masyarakat seperti itu yang terlalu memojokkan pemimpin sebagai akar dari
berbagai permasalahan perlu disaring kembali, karena dalam kenyataannya
berbagai permasalahan yang terjadi tidak hanya pemimpin yang terlibat, tetapi
masyarakat juga terlibat dalam permasalah itu. Namun seakan-akan semua itu
adalah kesalahan pemimpin yang kurang maksimal dalam menangani sebuah masalah.
Masyarakat
seharusnya sadar bahwa pemimpin juga manusia seperti mereka yang perlu campur
tangan dari pihak lain dalam menjalankan kepemimpinannya, karena untuk
menciptakan suatu negara yang makmur sesuai dengan tujuan terciptanya sebuah
negara perlu adanya sinergi antara masyarakat dan pemimpinnya.
Untuk
itu, masyarakat seharusnya sadar dan mau ikut andil dalam menciptakan sebuah
negara yang adil dan makmur, sehingga tujuan tersebut cepat terealisasi dengan
baik. Dan pernyataan bahwa pemimpin adalah akar dari segala permasalahan perlu
dibuang jauh-jauh dari pikiran masyarakat.
Menyiapkan generasi pemimpin yang Asketis
Dalam suatu kepemimpinan memang yang
dibutuhkan adalah orang yang mampu menjalankan kepemimpinan dengan baik. Dengan
beberapa uraian di atas tentang generasi alay dan problematika kepemimpinan,
jika diteliti lebih lanjut sebenarnya ada hubungan yang mampu menciptakan keadaan
yang lebih baik.
Untuk menangani masalah generasi
alay kita kembalikan pada anak mudanya, karena yang berperan dalam permasalahan
tersebut adalah anak muda. Sebagai seorang penulis hanya bisa berpendapat yang
mungkin bisa sedikit membantu dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Solusi tersebut diantaranya adalah
jangan mudah terpengaruh dengan keadaan, tetapi harus menyaringnya terlebih
dahulu apakah hal tersebut baik untuk kita ataupun tidak. Berhenti meniru gaya
artis juga salah satu solusi dimana seseorang tidak terlalu meniru gaya artis
yang kebanyakan tak sesuai dengan akhlaq yang baik. mengembangkan diri juga
bagus bagi anak muda sebagai pelampiasan untuk mengalihkan kegiatan yang berbau
alay dan berbuat sesuatu yang mengarah ke pada hal yang positif. Memperluas
pergaulan juga sangat dibutuhkan untuk menambah pengetahuan dalam arti memperluas
pergaulan yang bersifat positif.
Dengan berbagai solusi tersebut,
apabila generasi muda dapat melakukannya dengan baik, maka generasi pemimpin
yang asketis akan mudah terealisasi. Dikatakan demikian, karena generasi muda
adalah generasi masa depan bangsa yang diharapkan dapat mewujudkan cita-cita
bangsa yang mengarah ke pada keadilan dan kemakmuran bangsa.
Oleh:
Ahmad Zamroni
Penerima
Beasiswa Monash Institute, Aktifis di Lembaga Studi Islam dan Nasionalisme
(LeSAN) dan Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar