BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tiada makhluk
bernyawa yang akan kekal hidup selamanya. Firman Allah: “Tiap-tiap yang
bernyawa akan merasa mati” (Ali ‘Imran :185). Ketahuilah bahwa kematian pasti
tiba kepada seluruh umat tanpa mengenal arti bangsa, kedudukan, kekayaan atau
kekuatan. Tiada siapapun yang boleh melarikan diri dari pada maut. Apabila
ditetapkan waktu kematian seseorang, ia tidak akan tertunda atau dicepatkan
walaupun sesaat. Firman Allah bermaksud: “Katakanlah (wahai Muhammad):
"Sebenarnya maut yang kamu larikan diri dari padanya itu, tetap menemui
kamu; kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui segala yang
ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahu kepada kamu apa yang kamu telah
lakukan (serta membalasnya)” (Al-Jumu’ah: 8).
Setelah
tercabut nyawa seseorang maka dia akan menempuh alam barzakh dan alam akhirat
dan menerima balasan yang setimpal dengan amalannya semasa di dunia. Oleh
karena itu Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk banyak-banyak mengingat
kematian agar kita lebih berwaspada dalam menghadapi liku kehidupan dan
sentiasa berusaha menurut perintah Allah dan Rasul-Nya serta meninggalkan
larangannya karena kita tidak tahu bila ajal tiba. Oleh
karena itu, Islam amat menganjurkan kita sentiasa mengingat kematian. Baginda
Rasulullah SAW bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan (kematian)”
(Hadis riwayat Imam al-Tirmidzi).
Di antara cara
yang paling efektif untuk kita merenungkan tentang alam kematian dan akhirat
adalah dengan menziarahi kubur.[1]
Kubur menjadi
tempat persinggahan manusia paska kematian. Kematian identik dengan sesuatu
yang sudah berlalu dan tidak memberikan efek apapun kepada makhluk hidup. Islam
akrab dengan budaya ziarah kubur, yaitu mendatangi makam-makam orang tua,
kakek, nenek, anak, leluhur, para ulama’, wali dan lain sebagainya. Disini kami
akan memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan ziarah kubur.
B.
Rumusan Masalah
a.
Pengertian ziarah kubur
b.
Hukum ziarah kubur
c.
Etika dalam ziarah kubur
d.
Hikmah yang bermanfaat dalam ziarah kubur.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ziarah Kubur
Secara etimologi ziarah artinya : datang untuk bertemu.
Sedangkan kubur artinya : tempat untuk menguburkan manusia.
Dengan demikian
ziarah kubur adalah : mendatangi/ menziarahi seseorang yang telah
dikuburkan, dikebumikan, atau disemayamkan dalam kubur.
Yang mana pada
hakikatnya orang yang melakukan ziarah kubur, kedua belah pihak antara peziarah
dan yang diziarahi saling mengadakan kontak, komunikasi dan dialog langsung,
hanya saja peziarah tidak mendengar apa yang didialogkan oleh yang diziarahi. [2]
B.
Hukum Ziarah Kubur
Pada masa awal
Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh Rasulullah SAW. Hal itu dimaksudkan
untuk menjaga aqidah mereka yang belum kuat agar tidak menjadi musyrik dan
penyembah kuburan. Namun setelah Islam kuat dan aqidah mereka juga kuat,
Rasulullah SAW menyuruh kaum muslimin untuk melakukannya.[3]
Hal tersebut berdasarkan pada hadits:
عَن بريدة رضي
الله عنه قال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:كنت نهيت عن زيارة القبور فزورها.
رواه المسلم. وفى رواية: فمن اراد ان يزور القبور فليزر فإنها تذكر با لأخرة.
Artinya:
Dari Buraidah RA, Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Semula aku
melarang kalian untuk ziarah kubur, tetapi sekarang berziarahlah kalian!” (HR.
Muslim)
Dari Riwayat lain dikatakan:”Maka siapa saja yang menginginkan
ziarah kubur, maka berziarahlah. Sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan
akhirat.”[4]
Tidak jarang
seseorang menziarahi kuburan dan meminta sesuatu kepada si mayit, padahal si
mayit sudah tergolek mati dan tidak bisa
memberikan apa-apa. Ini di satu sisi. Pada sisi yang lain, ada riwayat yang
menyatakan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk menziarahinya.
Dengan ziarah kubur, diharapkan seseorang akan selalu mengingat kematian, sehingga hidupnya menjadi
terukur dan tidak urakan.
Di sinilah
kemudian ulama’ berbeda pendapat tentang perintah yang datang setelah larangan.
Sebagian berpendapat bahwa perintah disini berfaidah wajib. Sebagian yang lain
mengatakan mubah. Bahkan, ada ulama’ yang mengatakan bahwa faedahnya adalah
sunnah. Meskipun demikian, ada ulama’ yang tetap berpendapat bahwa hukum
haramnya tidak dianulir.
Laki-laki
diperbolehkan berziarah kubur. Imam Nawawi menukil dari Al-Abdary dan Al-Hazimy
mengatakan bahwa para ulama’ sepakat secara mutlak bahwa seorang laki-laki
diperbolehkan berziarah kubur. Di sisi lain, ada sebagian ulama’ seperti Ibnu
Sirin, Imam An-Nakha’i, Al-Sya’by, yang berpendapat bahwa hukumnya makruh. Bagi
yang mengatakan boleh secara mutlak sebagaimana dinukil dari Imam Nawawi mungkin
mengartikan perintah yang datang setelah
larangan memberi faidah hukum
mubah.
Berbeda dengan
dua pendapat diatas, Ibnu Hazm berpendapat bahwa ziarah kubur hukumnya wajib,
yang harus dilaksanakan sekalipun hanya sekali dalam seumur hidup. Karena dalam
beberapa riwayat sudah jelas bahwa Rasulullah SAW memerintahkan. Sedangkan perintah
itu memiliki indikasi hukum wajib, selagi tidak ada hal yang memberikan
indikasi selain hukum wajib.[5]
Ada yang
berpendapat bahwa ziarah kubur bagi perempuan itu dimakruhkan karena tabiat
perempuan lemah hati dan lekas susah, maka dikhawatirkan akan mencucurkan air
mata dan akan berkeluh kesah serta berduka cita, sehingga lupa akan kekuasaan
Allah. Pendapat ini di dasarkan pada hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA:
عن ابى هريرة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم لعن زوارات القبور. رواه
احمد وابن ماجه والترمذى.
Artinya:
Dari Abu Hurairah: “Sesungguhnya Rasulullah SAW telah mengutuk
perempuan-perempuan yang ziarah ke kuburan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan
Tirmidzi).[6]
Adapun jumhur
ulama’ membolehkan seorang perempuan menziarahi kubur selama tidak menimbulkan
fitnah. Pendapat ini lebih di dasarkan kepada ketetapan (taqrir) Rasulullah SAW
yang tidak melarang dan memerintahkan. Taqrir Rasulullah SAW merupakan salah
satu bentuk dari sunnah yang berarti bahwa Rasulullah secara spesifik tidak
pernah melarang atau memerintahkan seorang perempuan berziarah kubur.
Dalam satu
riwayat, Al-Hakim pernah melihat Sayyidah ‘Aisyah RA menziarahi kubur
saudaranya, Abdurrohman. Kemudian ketika dikatakan kepadanya, “Bukankah
Rasulullah melarang ziarah kubur?” Sayyidah ‘Aisyah RA menjawab, “Iya. Awalnya
Beliau melarang, lalu memerintahkannya”.[7]
C.
Etika dalam ziarah kubur
Misi paling
esensial dalam ritual ziarah ke makam para anbiya’, auliya’ dan ulama’ shalihin
adalah sebagai media untuk mengingatkan kita terhadap kematian, supaya hati
kita tidak terperangkap dan tenggelam dalam kenikmatan dunia yang sesaat.
Namun, dalam prakteknya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang etika
berziarah.
Tata cara atau
etika ziarah kubur yang benar menurut pandangan syara’ adalah sebagai berikut:
a.
Ketika akan masuk ke area pemakaman disunahkan berdo’a:
السلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله بكم
لاحقون
“Salam
bagi kamu sekalian, tempat kaum mukminin, dan sesungguhnya kami akan menyusul
kamu sekalian, Insya Allah”.
b.
Di saat ziarah menghadap ke arah timur dan menghadap ke arah wajah
makam yang di ziarahi.
c.
Ketika mendo’akan jenazah menghadap ke arah kiblat.
d.
Menghindari berkumpulnya antara laki-laki dan perempuan.[8]
D.
Hikmah yang bermanfaat dalam ziarah kubur
Di samping
maksud utama ziarah kubur itu mendo’akan terhadap mereka yang sudah wafat, agar
mendapatkan maghfirah (ampunan) dan rahmat dari Allah SWT, juga mengandung
beberapa hikmah yang sangat bermanfaat, antara lain:
a.
Mengingat akan alam akhirat
Kelak
di alam akhirat, manusia yang telah meninggal dunia akan dihidupkan kembali
oleh Allah SWT untuk menerima keadilan dan balasan-Nya atas segala amal
perbuatan manusia selama hidupnya. Semua amal perbuatan manusia tidak ada yang
tertinggal, masing-masing akan mendapatkan balasan sekalipun amal itu tidak
terlihat oleh sesame manusia.
b.
Berzuhud terhadap dunia
Zuhud
terhadap dunia, meninggalkan dunia untuk berbakti kepada Allah SWT. Manusia
jangan sampai terpikat hati dari pikirannya dengan tipu muslihat dunia, tetapi
justru dapat memanfaatkan harta benda yang diperolehnya di jalan yang di ridhoi
Allah SWT, sebelum ajal mendatanginya.
c.
Mengambil suri tauladan
Setiap
manusia pasti akan mengalami kematian yang waktunya tidak dapat diketahui
sebelumnya. Oleh karena itu, sebelum ajal datang manusia selalu memperbanyak
amal kebaikannya dan meninggalkan amal keburukan serta bertaubat memohon ampun
kepada Allah SWT.
d.
Mendapatkan barokah
Hal
ini yang diziarai adalah orang yang shaleh, dimana hidupnya telah dimintai
barokahnya. Menurut faham Ahlussunnah Waljama’ah, setelah wafatnya orang
tersebut boleh untuk kita mohon barokahnya.
e.
Membulatkan niat mencari ridha Allah SWT
Seorang
muslim yang berziarah hendaknya wajib meyakinkan hatinya bahwa tidak ada yang
dapar memberi syafa’at dan madlarat, kecuali atas kekuasaan Allah SWT. Yakinkan
niat bahwa berziarah itu semata-mata mencari ridha Allah SWT.[9]
BAB III
KESIMPULAN
Ø Pada masa awal
Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh Rasulullah SAW. Hal itu dimaksudkan
untuk menjaga aqidah mereka yang belum kuat agar tidak menjadi musyrik dan
penyembah kuburan. Namun setelah Islam kuat dan aqidah mereka juga kuat,
Rasulullah SAW menyuruh kaum muslimin untuk melakukannya.
Ø Etika dalam
berziarah kubur menurut syara’, yaitu: disunahkan mengucapkan salam kepada ahli
kubur dan mendo’akan mereka, ketika berdo’a alangkah baiknya menghadap ke arah
kiblat, menghindari tercampurnya antara laki-laki dan perempuan.
Ø Adapun hikmah
dari ziarah kubur itu sendiri, yaitu: mengingat akan alam akhirat, berzuhud
terhadap dunia, mengambil suri tauladan, mendapatkan barakah dan membulatkan
niat mencari ridha Allah SWT.
BAB IV
PENUTUP
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin. Demikianlah makalah yang
dapat kami buat, kami menyadari akan keterbatasan pengetahuan kami dalam
pembuatan makalah ini. Untuk
itu, kami mengharap adanya kritik dan saran dari pembaca demi sempurnanya
makalah kami yang selanjutnya. Kami mohon maaf atas segala kekurangan makalah
yang kami buat ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Lathif,
S. Ag, Achmad. Dra. Endah Susanti, S. Pd. I. 2009. Ke-NU-an Ahlussunnah Waljama’ah.
LP Ma’arif NU:Semarang
Marzuqi,
KH. Ahmad Idris. 2013. Kang Santri Menyingkap Problematika Umat. Lirboyo
Press:Kediri
Mu’thi,
MA, Fadholan Musyaffa’. 2008. Potret Islam Universal. Syauqi
Press:Semarang
Muslih, Lc, KH. M. Hanif. 1998. Kesahihan Dalil
Ziarah Kubur Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits. Ar-Ridha Toha Putra Grup:Semarang
Rasjid,
H. Sulaiman. 2009. Fiqh Islam. Sinar Baru Algensindo:Bandung
Sunarto,
Achmad. 1999. Terjemah Riyadhush Sholihin. Pustaka Amani:Jakarta http://akob73.blogspot.com/2012/07/ziarah-kubur-menurut-sunnah-rasulullah.html
[2] M. Hanif
Muslih, Lc, Kesahihan Dalil Ziarah Kubur Menurut
Al-Qur’an dan Al-Hadits, (Semarang:Ar-Ridha Toha Putra Grup,1998), hlm. 7
[3] Achmad
Latif, S.Ag. Dra. Endah Sutanti, S. Pd. I, Ke-Nu-An Ahlussunnah Waljama’ah,
(Semarang:LP Ma’arif NU, 2009), hlm. 67
[5] Fadlolan
Musyaffa’ Mu’thi, M. A, Potret Islam Universal, (Semarang:Syauqi Press,
2008), hlm. 80-81
[7] Fadlolan
Musyaffa’ Mu’thi, M. A, Potret Islam Universal, (Semarang:Syauqi Press,
2008), hlm. 81-82
[8] KH. Ahmad
Idris Marzuki, Kang Santri Menyingkap Problematika Umat, (Kediri:Lirboyo
Press, 2013), hlm. 221
[9] Achmad
Latif, S.Ag. Dra. Endah Sutanti, S. Pd. I, Ke-Nu-An Ahlussunnah Waljama’ah,
(Semarang:LP Ma’arif NU, 2009), hlm. 67-68
Tidak ada komentar:
Posting Komentar