BAB I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Demokrasi adalah sebuah kerja
kultural, sosial dan politik sekaligus. Ia tidak hanya soal membangun pranata
politik semisal dewan perwakilan atau pemilu. Demokrasi adalah juga perkara
membangun sikap mental, spirit yang merupakan core values dari demokrasi itu
sendiri semisal toleransi, kesamaan dan kebebasan. Karena itu ia hadir
sekaligus sebagai kebutuhan budaya, sosial dan politik.
Sebagai sebuah kerja besar,
demokrasi memerlukan komitmen seorang intelektual guna memberi visi tentang
arah, sense of diraction, sekaligus menyediakan bingkai dan perspektif bagi
politik sehari-hari sehingga tetap dalam arah yang sudah disepakati. Ia juga
memerlukan ketekunan seorang pelukis untuk meletakkan bagian demi bagian pada
tempatnya. Ia juga memerlukan sikap kritis dan ketajaman oleh seorang ahli
hukum, untuk menggugat jalannya bila menyimpang.[1]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian demokrasi?
2.
Apa
unsur penegak demokrasi?
3.
Model-model
demokrasi
4.
Bagaimana
sejarah dan perkembangan demokrasi di Indonesia?
BAB II
Pembahasan
1.
Pengertian
Demokrasi
Pengertian tentang demokrasi dapat
dilihat dari tinjauan bahasa (etimologis) dan istilah (terminologis). Secara
etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani
yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein”
atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa
demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi) adalah keadaan negara
dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada ditangan rakyat,
kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa,
pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Sementara itu, pengertian demokrasi
secara istilah sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut:
a.
Menurut
Joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk
mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk
memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
b.
Menurut
Sidney Hook, berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan pada mayoritas yang diberikan secara bebasa dari rakyat dewasa.[2]
c.
Menurut
S.P Varma, demokrasi merupakan tatanan kelembagaan untuk sampai kepada
keputusan-keputusan politik dimana individu-individu mendapatkan kekuasaan
untuk memutuskan dengan alat-alat perjuangan kompetitif bagi suara rakyat dan
keinginan rakyat adalah hasil dan bukanlah dorongan kekuasaan dari proses
politik itu serta tidak terdapat dugaan bahwa (1) ada kebutuhan bagi ukuran
moral dalam keputusan-keputusan tersebut (2) keputusan-keputusan tersebut
berhubungan dengan keinginan yang dikehendaki rakyat, atau (3) ada satu
tuntutan pertanggung jawaban rakyat dalam seluruh proses tersebut.[3]
Dengan
demikian, makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara
mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam
masalah-masalah mengenahi kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan
negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat. Dengan
demikian, negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang
diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari sudut organisasi,
demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat atau atas
persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
2.
Unsur
penegak demokrasi
Tegaknya demokrasi sebagai sebuah
tata kehidupan sosial dan sistem politik sangat bergantung pada tegaknya unsur
penopang demokrasi itu sendiri. Unsur-unsur yang dapat menopang tegaknya
demokrasi antara lain: (1) negara hukum (2) masyarakat madani (3) infrastruktur
politik (parpol) dan (4) pers yang bebas dan tanggung jawab.
1.
Negara
hukum
Dalam kepustakaan ilmu hukum di Indonesia istilah negara hukum
sebagai terjemah dari rechtsstaat dan the rule of law. Konsepsi negara
hukum mengandung pengertian bahwa negara memberi perlindungan hukum bagi warga
negara melalui kelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak dan
penjaminan hak asasi manusia.
Selanjutnya
dalam konferensi International commission of jurists di Bangkok seperti yang
dikutip oleh Moh. Mahfudh MD disebutkan bahwa ciri-ciri negara hukum sebagai
berikut:
-
Perlindungan
konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu, konstitusi harus pula
menentukan cara prosedural untuk memperoleh atas hak yang dijamin.
-
Adanya
badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
-
Adanya
pemilu yang bebas.
-
Adanya
kebebasan menyatakan pendapat
-
Adanya
kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
-
Adanay
pendidikan kewarganegaraan.
Sementar itu,
istilah negara hukum di Indonesia dapat ditemukan dalam penjelasan UUD 1945
yang berbunyi “Indonesia adala negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)
dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat)
2.
Masyarakat
madani (civil Society)
Masyarakat madani (civil Society) dicirikan dengan
masyarakat terbuka , masyarakat yang terbebas dari pengaruh kekuasaan dan
tekanan negara, masyarakat yang kritis dan berpartisipasi aktif serta
masyarakat egaliter. Masyarakat madani merupakan elemen yang sangat signifikan
dalam membangun demokrasi sebab, salah satu syarat penting bagi demokrasi
adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan
keputusan yang dilakukan negara atau kepemerintahan.
Lebih lanjut menurut Gellner, masyarakat madani (civil Society)
bukan hanya merupakan syarat penting atau prakondisi bagi demokrasi semata,
tetapi tatanan nilai dalam mayarakat madani (civil Society) seperti kebebasan dan kemandirian juga
merupakan sesuatu yang inhern baik secara internal (dalam hubungan horisontal
yaitu hubungan antar sesama warga negara) maupun secara eksternal (dalam
hubungan vertikal yaitu hubungan negara dan pemerintahan dengan masyarakat atau
sebaliknya).
Sebenarnya contoh yang paling ideal dalam kehidupan yang demokratis
adalah yang dipraktikkan langsung oleh Rasulullah SAW, yaitu ketika beliau
mendirikan dan membentuk negara Madinah. Bahkan kepemimpinan Rasulullah SAW,
ketika itu merupakan sebuah gagasan etika pluralitas yang pertama dan tertua.
Dalam perjanjian Madinah, Rasulullah SAW membuat kesepakatan bersama untuk
saling melindungi dan bekerja sama. Beliau memberi kebebasan kepada komuniyas
non muslim untuk menjalankan hukum sesuai dengan ajaran agamanya. Pada waktu
itu kehidupan komunitas muslim dan non muslim saling menghargai satu sama yang
lainnya. Sebuah tatanan ideal dan menakjubkan.[4]
3.
Infastruktur
Politik
Komponen berikutnya yang dapat mendukung tegaknya demokrasi adalah
infrastruktur politik. Infrastruktur politik terdiri dari partai politik
(political party), kelompok gerakan (movement group) dan kelompok penekan atau
kelompok kepentingan (pressure atau intrest group). Partai politik merupakan
struktur kelembagaan politik yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai
dan cita-cita yang sama yaitu memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik dalam mewujudkan kebijakan-kebijakannya.
Menciptakan dan menegakkan demokrasi dalam tatanan kehidupan
kenegaraan dan pemerintah, partai politik seperti dikatakan oleh Miriam
Budiardjo, mengemban beberapa fungsi: 1. Sebagai sarana komunikasi politik, 2.
Sebagai sarana sosialisasi politik, 3. Sebagai sarana rekrutmen kader dan
anggota politik, 4. Sebagai sarana pengatur konflik. Keempat fungsi partai
politik tersebut merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai demokrasi yaitu
adanya partisipasi, kontrol rakyat melalui partai politik terhadap kehidupan
kenegaraan dan pemerintahan serta adanya perhatian penyelesaian konflik secara
damai (conflic resolution).
Konsep budaya politik itu sendiri juga menyumbangkan dasar yang
sangat berguna dalam mengamati jalinan
antara faktor ekonomi dan sosial dengan performance politik, yang kesemuanya
berpengaruh bagi prospek pembanguna ekonomi dan perubahan politik yang stabil.[5]
4.
Pers
yang bebas dan bertanggung jawab
Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan
pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam negara demokrasi.
Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam masyarakat
demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang
demokratis. Menurut Miriam Budiardjo, bahwa salah satu ciri negara demokrasi
adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Sedangkan, Inti dari demokrasi adalah adanya kesempatan bagi
aspirasi dan suara rakyat (individu) dalam mempengaruhi sebuah keputusan.Dalam
Demokrasi juga diperlukan partisipasi rakyat, yang muncul dari kesadaran
politik untuk ikut terlibat dan andil dalam sistem pemerintahan.Pada berbagai
aspek kehidupan di negara ini, sejatinya masyarakat memiliki hak untuk ikut
serta dalam menentukan langkah kebijakan suatu Negara.
Pers merupakan pilar demokrasi keempat setelah eksekutif,
legislatif dan yudikatif. pers sebagai kontrol atas ketiga pilar itu dan
melandasi kinerjanya dengan check and balance. untuk dapat melakukan peranannya
perlu dijunjung kebebasan pers dalam menyampaikan informasi publik secara jujur
dan berimbang. disamping itu pula untuk menegakkan pilar keempat ini, pers juga
harus bebas dari kapitalisme dan politik. pers yang tidak sekedar mendukung
kepentingan pemilik modal dan melanggengkan kekuasaan politik tanpa
mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang lebih besar.[6]
3.
Model-model
Demokrasi
Dalam sejarah teori demokrasi
terletak suatu konflik yang sangat tajam mengenai apakah demokrasi harus
berarti suatu jenis kekuasaan rakyat (suatu bentuk politik dimana warga negara
terlibat dalam pemarintahan sendiri dan pengaturan sendiri) atau suatu bantuan
bagi pembuatan keputusan (suatu cara pemberian kekuasaan kepada pemerintahan
melalui pemberian suara secara periodik). [7]
Sklar mengajukan lima corak atau
model demokrasi yaitu demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi sosial,
demokrasi partisipasi dan demokrasi konstitusional. Penjelasan kelima model
demokrasi tersebut sebagai berikut:
a.
Demokrasi
liberal, yaitu pemerintahan yang dibatasi oleh undang-undang dan pemilihan umum
bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang ajeg. Banyak negara Afrika menerapkan
model ini hanya sedikit yang bisa bertahan.
b.
Demokrasi
terpimpin. Para pemimpin percaya bahwa semua tindakan mereka dipercayai rakyat
tetapi menolak pemilihan umum yang bersaing sebagai kandaraan untuk menduduki
kekuasaan.
c.
demokrasi
sosial adalah demokrasi yang menaruh kepedulian pada keadilan sosial dan
egalitarianisme bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan politik.
d.
Demokrasi
partisipasi, yang menekankan hubungan timbal balik antar penguasa dan yang
dikuasai.
e.
Demokrasi
consociational, yang menekankan proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya
yang menekankan kerjasama yang erat diantara elit yang mewakili bagian budaya.
Sedangkan menurut Inu Kencana
apabila demokrasi dilihat dari segi pelaksanaan terdiri dari 2 model, yaitu
demokrasi langsung (direct democracy) dan demokrasi tidak langsung (indirect
democracy). Demokrasi langsung terjadi bila rakyat mewujudkan kedaulatannya
pada suatu negara dilakukan secara langsung. Pada demokrasi langsung lembaga
legislatif hanya berfungsi sebagai lembaga pengawas jalannya pemerintahan,
sedangkan pemilihan pejabat eksekutif (presiden, wakil presiden, gubernur,
bupati dan wali kota) dilakukan rakyat secara langsung melalui pemilu. Begitu
juga pemilihan anggota parlemen atau legislatif (DPR, DPD, DPRD) dilakukan
rakyat secara langsung.
Demokrasi tidak langsung terjadi
bila untuk mewujudkan kedaulatannya rakyat tidak secara langsung berhadapan
denga pihak eksekutif, melainkan melalui lembaga perwakilan. Pada demokrasi
tidak langsung, lembaga parlemen dituntut kepekaan terhadap berbagai hal yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam hubungannaya denga pemerintahan
atau negara. Dengan demikian demokrasi tidak langsung disebut juga dengan
demokrasi perwakilan.[8]
4.
Sejarah
dan Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia
mengalami pasang surut, dari masa kemerdekaan sampai masa ini dalam perjalanan
bangsa dan negara Indonesia, masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana
demokrasi mewujudkan dirinya dalam berbagai sisi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Perkembangan demokrasi di Indonesia dari segi waktu dibagi menjadi
empat periode, yaitu: a. Periode 1945-1959; b. Periode 1959-1965; c. Periode
1965-1998; d. Periode 1998-sekarang.
a.
Demokrasi
pada periode 1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi
parlementer. Sistem parlementer yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan
diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950, ternyata kurang
cocok dengan Indonesia. Karena lemahnya benih-benih demokrasi sistem
parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan DPR.
Undang-undang
dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif
terdiri dari presiden sebagai kepala negara konstitusional (constitutional
head) beserta menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Koalisi
yang dibangun dengan sangat sangat gampang pecah. Hal ini mengakibatkan
destabilisasi politik nasional.
Disamping itu ternyata ada beberapa kekuatan sosial dan politik
yang tidak memperoleh tempat dan saluran yang realitas dalam konstilasi
politik, padahal merupakan kekuatan yang paling penting.
Faktor-faktor semacam ini, ditambah dengan tidak mempunyai
anggota-anggota partai-partai yang tergabung dalam konstituante untuk mencapai
konsensus mengenai dasar negara untuk undang-undang dasar baru, mendorong Ir.
Soekarno sebagai presiden untuk mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli yang
menentukan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian masa
demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir.
b.
Demokrasi
pada periode 1959-1965
Ciri-ciri periode ini adalah dominasi darri presiden, terbatasnya
peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan
ABRI sebagai unsur sosial politik. Dekrit presiden 5 Juli dapat dipandang
sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui
pembentukan kepemimpinan yang kuat dengan UUD 1945 membatasi seorang presiden
sekurang-kurangnya lima tahun. Akan tetapi, ketetapan MPRS No. III/1963 yang
mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup telah “membatalkan
pembatasan waktu lima tahun ini (UUD memungkinkan seorang presiden dapat
dipilih kembali) yang ditentukan oleh Undang-Undang dasar. Selain itu, banyak
lagi tindakan yang menyimpang dari atau menyeleweng terhadap
ketentuan-ketentuan UUD.
Satu pertanyaan yang patut dikedepankan adalah bagaimana rumusan
demokrasi terpimpin dan apakah butir-butir pokok demokrasi terpimpin? Demokrasi
terpimpin seperti dikemukakan oleh Soekarnop seperti dikutip oleh A. Syafi’i
Ma’arif adalah demokrsasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Dalam kesempatan ini dikatakan bahwa demokrasi
terpimpin adalah demokrasi kekeluargaan tanpa anarkisme, liberalisme dan
otokrasi diktator. Demokrasi kekeluargaan adala demokrasi yang mendasarkan
sistem pemerintahannya kepada musyawarah dan mufakat dengan pimpinan satu
kekuasaan sentral yang sepuh, seorang tetua dan mengayomi.
Dalam pandangan A.Syafi’i Ma’arif demokrasi terpimpin sebenarnya
ingin menempatkan Soekarno sebagai ayah dalam famili besar yang namanya
Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Chek and balance dari
legislatif dan eksekutif.
c.
Demokrasi
pada periode 1965-1998
Landasan formil dari periode ini adalah pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945 serta ketetapan-ketetapan MPRS. Dalam usaha untuk meluruskan kembali
penyelewengan terhadap UUD yang telah terjadi dalam masa demokrasi terpimpin,
kita telah mengadakan tindakan korektif. Ketetapan MPRS No. III/1963 yang
menetapkan masa jabatan seumur hidup untuk Ir. Soekarno telah dibatalkan dan
jabatan presiden kembali menjadi jabatan elektif setiap lima tahun. Ketetapan
MPRS No. XIX/1966 telah menentukan ditinjaunya kembali produk-produk legislatif
dari masa demokrasi terpimpin dan atas dasar-dasar itu undang-undang No.
19/1964 telah diganti dengan suatu undang-undang baru (No. 14/1970) yang
menetapkan kembali azas “kebebasan badan-badan pengadilan”. Dewan perwakilan
rakyat gotong royong diberi beberapa hak kontrol, disamping ia tetap mempunyai
fungsi untuk membantu pemerintah. Pimpinan tidak lagi mempunyai status menteri,
begitu pula tata tertib yang meniadakan pasal yang memberi wewenang kepada
presiden untuk memutuskan permasalahan yang tidak dapat dicapai mufakat antara
badan legislatif.
Ada beberapa perumusan tentang demokrasi pancasila sebagai berikut:
a. Demokrasi dalam bidang politik, pada hakikatnya adalah menegakkan kembali
azas-azas negara hukum dan kepastian hukum, b. Demokrasi dalam bidang ekonomi
pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara, c.
Demokrasi dalam bidang hukum pada hakikatnya pengakuan dan perlindungan HAM,
peradilan yang bebas yang tidak memihak
d.
Demokrasi
pada periode 1998-sekarang
Runtuhnya rezim otoriter orde baru telah membawa harapan baru bagi
tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Bergulirnya reformasi yang mengiringi
keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi
Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis, karena dalam
fase ini akan ditentukan kemana arah demokrasi yang akan dibangun. Selain itu,
dalam fase ini pula bisa saja terjadi pembalikan arah perjalanan bangsa dan
negara yang akan menghantar Indonesia kembali memasuki masa otoriter
sebagaimana yang terjadi pada periode orde lama dan orde baru.
Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi sangat bergantung
pada empat faktor kunci: yakni, (1) komposisi elit politik, (2) desain
institusi politik, (3) kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik
dikalangan elit dan non elit, dan, (4) peran civil society (masyarakat madani).
Keempat faktor itu harus jalan secara sinergis dan berkelindang sebagai modal
untuk mengonsolidasikan demokrasi. Karena itu seperti dikemukakan oleh
Azyumardi Azra langkah yang harus dilakukan dalam transisi Indonesia menuju
demokrasi sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang besar
(Azyumardi Azra, 2002). Pertama, reformasi sistem (Constitutional Reform) yang
menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal
sistem politik. Kedua, reformasi kelembagaan (Institutional reform and
powerment) yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga-lembaga
politik. Ketiga, pengenbangan kultur atau budaya politik (political culture)
yang lebih demokratis.
BAB III
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa apabila kita
mengambil demokrasi dalam arti universal dan komprehensif, maka sebuah
demokrasi itu memang multi wajah. Demokrasi politik, demokrasi hukum, demokrasi
ekonomi, demokrasi sosial, dan dalam setiap demokrasi yamng dikaitkan dengan
berbagai aspek kehidupan, maka esensinya adalah keadilan. Jadi, kalau kita
bicara demokrasi dalam arti komprehensif maka sesungguhnya kita sebagai bangsa
dan umat bersama-sama, harus pula berbicara mengenai tegaknya keadilan politik,
hukum, sosial, ekonomi dan pendidikan.
Begitu juga Ibnu Taimiyyah, yang sedemikian tegas dan jauh
berpegang pada prinsip keadilan itu sebagai tatnanan sosial manusia yang akan
menjamin kekukuhan dan kelangsungannya. Sedemikian rupa jauhnya pandangan Ibnu
Taimiyyah, sehingga Ia menguatkan pandangan bahwa sesungguhnya Allhah akan
menegakkan negeri yang adil meskipun kafir dan tidak akan menegakkan negeri
yang zalim meskipun Islam dan dunia akan bertahan bersama keadilan dan kekafiran
dan tidak akan bertahan lama bersama kezaliman dan Islam.
Daftar Pustaka
Held, David. 2004. Demokrasi dan Tatanan Global. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.
Rasyada, Dede. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani. Prenada Media: Jakarta.
Nata, M. A, Dr. H. Abuddin. 2002. Problematika Politik Islam di
Indonesia. Grasindo: Jakarata.
Denny, J.A. 2006. Demokrasi Indonesia Visi dan Praktek.
Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.
Harjanto, Nicolaus Teguh budi. 1998. Memajukan Demokrasi Mencegah
Disintegrasi. PT Tiara Wacana Yogya: Yogyakarta.
http://akbarsenamangge.blogspot.com/2012/04/peranan-pers-dalam-masyarakat-demokrasi.html
[1] Denny J.
A, Demokrasi Indonesia Visi dan Praktik. Hlm. 9.
[2] Dede
Rosyada dkk, Idemokrasi, hak asasi manusia dan Masyarakat Madani. Hlm.
110.
[3] Hendra
Nurtjahjo, S.H., M. Hum. Filsafat Demokrasi. Hlm. 69.
[4] Dr. H.
Abuddin Nata, M. A, Problematika Politik Islam Di Indonesia, hlm. 105
[5] Nicolaus
Teguh Budi Harjanto, Memajuka Demokrasi Mencegah Disintegrasi. Hlm. 109.
[6] http://akbarsenamangge.blogspot.com/2012/04/peranan-pers-dalam-masyarakat-demokrasi.html
[7] David
Held. Demokrasi dan Tatanan Global. Hlm. 5
[8] Dede
Rosyada dkk, Idemokrasi, hak asasi manusia dan Masyarakat Madani. Hlm. 121-122