INTERALISASI NILAI JAWA DAN ISLAM DALAM BIDANG POLITIK
Di susun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : Rohmah Ulfa,
Di susun oleh :
Abdul Muhaimin (124211014)
Ahmad Amin (124211)
Fakultas Ushuludin
Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Proses masuknya Islam di Nusantara
khususnya di tanah Jawa ini para sarjana dan peneliti sepakat bahwa islamisasi
itu berjalan dengan damai. Hal ini dapat di lihat dari beberapa contoh metode
penyebaran islam yang terdapat di pulau jawa oleh juru dakwah yang terkenal
yaitu Walisongo dalam bentuk kompromi dengan kepercayaan – kepercayaan
setempat. Dan terdapat pula beberapa teori yang mengatakan islamisasi di
nusantara ini dari para pedagang gujarat
yang bersinggah di wilayah - wilayah tersebut.[1] Dengan melihat beberapa teori ini maka dapat di artikan bahwa Islam sangat
mudah diterima di Jawa.
Karena masuknya Islam di Jawa itu, maka ini akan mempengaruhi berbagai
bidang, termasuk politik. Pengaruh Islam di Jawa pada bidang politik menjuruskan pada kegiatan umat
untuk usaha mendukung dan melaksanakan syari’at Allah SWT. Melalui system
kenegaraan dan pemerintahan. Dalam penyebaran agama Islam di Indonesia juga
tidak lepas dari politik yang dijalankan oleh para penguasa kerajaan pada masa
itu.[2]
Dari ulasan diatas, kami akan
mencoba menjelaskan tentang apa yang masih dalam interelasi nilai jawa dan islam dalam bidang
politik.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Perkembangan kerajaan – kerajaan islam di jawa?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kerajaan – Kerajaan Islam Di Jawa
Dalam uraian pembahasan masalah ini akan di jelaskan beberapa
kerajaan Islam yang terdapat di tanah Jawa.
1.
Kerajaan Demak
Dalam historiografi tradisional Jawa, Pendiri Kerajaan Demak ialah
Raden Patah. Dia adalah seorang putra raja Majapahit dari Istri Cina. Dia mampu
mendirikan kerajaan Islam yang di bantu dari daerah – daerah lainnya di Jawa
Timur yang sudah Islam seperti Jepara, Tuban, dan Gresik dia juga dapat
meruntuhkan Majapahit.
Selanjutnya, Demak menjadi pusat dan benteng Islam untuk wilayah
barat dan Giri untuk wilayah timur. Akan tetapi, Kerajaan Demaklah yang menjadi
pemimpin seluruh pesisir dalam usaha menanam kekuatan di Jawa.
Reden Patah memimpin kerajaan selama kira – kira delapan belas
tahun. Dan berjuang melawan portugis walaupun gagal. Dan di tengah perjuangan
itulah Raden Patah Wafat. Kemudian digantikan oleh anaknya Adipati Unus. Dia
memerintah selama tiga tahun. Sebagai penggantinya adalah Sultan Trenggana,
saudara Adipati unus. Dia memegang kekuasaan dari tahun 1521 – 1546. Dan Pada
masanya, kerajaan di perluas ke barat sampai daerah Banten dan ke Timur sampai
daerah Malang.
Namun, setelah Sultan Trenggana wafat, terjadilah pertengkaran
hebat tentang calon penggantinya. Yaitu di antara anak dari Trenggana (Pangeran
Prawoto) dengan adik Trenggana (Pangeran Sedaing Lepen). Kemudian adik
Trenggana terbunuh dan Pangeran Prawoto juga terbunuh oleh Arya Panangsang.
Inilah tanda berakhirnya kerajaan Demak. Yang kemudian Keraton Demak di Pindah
Ke Pajang oleh Adi Wijaya (Jaka Tingkir) yang sebelumnya telah membunuh Arya
Panangsang.[3]
2.
Kerajaan Pajang
Jaka Tingkir di sahkan sebagai raja pertama oleh Sunan Giri[4]. Setelah
menjadi raja, ia memerintahkan agar semua benda pusaka Demak di pindah ke
Pajang. Sehingga ia memindah pusat kekerajaan dari pesisir ke pedalaman.[5]
Pada masanya, kekuasaannya diperluas sampai tanah pedalaman ke arah
timur hingga daerah Madiun. Setelah itu secara berturut-turut ia menundukkan
Blora dan Kediri. Sehingga ia berhasil mendapatkan pengakuan sebagai Sultan
Islam dari raja-raja terpenting yang berada di Jawa Timur.[6]
Setelah Sultan Adi Wijaya itu wafat, kemudian di gantikan oleh oleh
menantunya, Aria Pangiri. Sementara itu, anak Sultan Adi Wijaya, Pangeran
Benawa, di jadikan penguasa di Jipang. Akan tetapi, anak muda ini tidak puas
dengan nasibnya berada di lingkungan yang masih asing baginya. Dan akhirnya
Pangeran Benawa meminta bantuan kepada senopati, penguasa Mataram, untuk
mengusir raja Pajang yang baru itu. Pada tahun 1588, usahanya telah berhasil.
Sebagai rasa terima kasih, Pangeran Benawa menyerahkan hak atas warisan ayahnya
kepada Senopati. Akan tetapi Senopati menolaknya karena keinginannya untuk
tetap tinggal di Mataram. Mataram pada waktu itu memang masih dalam proses
menjadi sebuah kerajaan yang besar. Pangeran Benawa akhirnya di kukuhkan
menjadi raja Pajang, tetapi berada di bawah perlindungan kerajaan Mataram. Dan
sejak itulah, Pajang sepenuhnya menjadi berada di bawah kekuasan Mataram[7]
Masa kerajaan Pajang berakhir pada tahun 1618. Pada waktu itu,
kerajaan Pajang memberontak terhadap Mataram yang masih di pegang oleh Sultan
Agung. Sampai pada akhirnya Pajang dihancurkan. [8]
3.
Kerajaan Mataram
Awal mula kerajaan ini berdiri ketika Sultan Adi Wijaya dari Pajang
meminta bantuan kepada Ki Pamenahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk
menumpas pemberontakan Aria Penangsang. Sebagai hadiah kepadanya, maka
diberilah daerah Mataram untuknya.[9]
Pada tahun 1577 M, Ki Gede Pamenahan menempati istananya di
Mataram. Setelah itu di gantikan oleh
putranya, Senopati pada tahun 1584 yang di kukuhkan oleh Sultan Pajang.
Senapati-lah yang dianggap sebagai sultan pertama setelah sultan Benawa
menawarkan kekuasaan atas Pajang walaupun ia menolaknya dan hanya meminta
pusaka kerajaan, yang diantaranya Gong Kiai Jatayu. Namun dalam tradisi Jawa
ini, penyerahan benda-benda pusaka itu sama artinya dengan penyerahan
kekuasaan.[10]
Senopati kemudian berkeinginan menguasai juga semua raja bawahan
pajang, tetapi itu di tolak oleh para raja Jawa Timur. Melalui perjuangan berat
dan peperangan-peperangan, barulah ia berhasil menguasai sebagian daripadanya.[11]
Setelah Senapati wafat tahun 1601, di gantikanlah oleh anaknya,
Seda Ing Krapyak sampai tahun 1613 M. Kemudian diganti oleh puteranya, Sultan
Agung. Pada masa ini, seluruh Jawa Timur praktis berada di bawah kekuasaanya.[12]
Sultan Agung memegang kekuasaan sampai akhir ajalnya tahun 1645 M. Namun
setelah Sultan Agung wafat, penggantinya lemah-lemah, kejam, dan melekukan
perjanjian dengan Belanda. Akibatnya hal ini menimbulkan banyak kekacauan.[13]
Dalam pertengahan pertama abad XVII, Mataram sampai tiga kali
mengalami peperangan perebutan tahta. Sehingga mengakibatkan perpeacahan dalam
kerajaan. Yang pada akhirnya Mataram telah terbagi menjadi dua kerajaan di
Surakarta dan Yogyakarta. [14]
4.
Kerajaan Cirebon
Pendiri kerajaan ini adalah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung
Jati). Tapi tidak ada kepastian ia membuat keraton besar disana. Karena Syarif
Hidayatullah masih bertempat di Banten. Sementara Cirebon di serahkan kepada
anaknya, Paserayan. Baru setelah Paserayan wafat, Syarif Hidayatullah berpindah
ke Cirebon.[15]
Pada tahun 1570 M, Syarif Hidayatullah wafat. Dan digantikan oleh
Pangeran Ratu. Namun pada paruh ke dua abad XVII, mulai ada
perpecahan-perpecahan wilayah yang masingg-masing mempunyai kekuatan sendiri.[16]
Pada masa kerajaan Cirebon bidang kesastraan telah berkembang dan
sangat memikat perhatian. Seperti adanya nyanyian islam yang disebut suluk yang
mengandung mistik.
Pada akhirnya tahun 1527 kerajaan di serahkan kepada kumpeni (VOC).
Sehingga wilayah-wilayah kerajaan Cirebon yang terpecah-pecah itu menjadi
dibawah kepemerintahan kolonial Belanda.[17]
5.
Kerajaan Banten
Pada masa kerajaan Demak, sultan Trenggana mengutus Syarif
Hidayattullah untuk menaklukan kerajaan Hindu di Pajajaran. Setelah itu
diberikanlah wilayah banten itu kepadanya. Sehingga ia sekaligus mendirian
kerajaan Banten pada tahun 1524.[18]
Pada tahun 1527, di bawah Sultan Hasanudin yang juga merupakan
salah satu pendiri kerajaan Banten telah menduduki kota pelabuhan Sunda Kelapa
yang sekarang disebut Kota Jakarta. Yang mana peristiwa ini menggagalkan usaha
kontak perjanjian bangsa Portugis dengan raja Sunda.[19]
Setelah meninggalnya Sultan Hasanudin, kerajaan dipimpin oleh puteranya, Maulana Yusuf. Pada masanya, ia
dapat menaklukan kerajaan Pakuwan. Setelah ia wafat, pimpinan kerajaan di ganti
oleh adiknya, Maulana Muhammad. Akan tetapi pada umur 25 tahun, ia wafat dan di
gantikan oleh puteranya, Abdul Kadir yang masih berusia beberapa bulan. Dan
akhirnya Banten diperintah oleh yang lebih tua sebagai walinya. Ternyata, soal
perwalian ini menjadi perebutan dan perselisihan. Sampai akhirnya terdapat
orang kuat yang bernama Pangeran Rana Manggala yang dapat mengendalikan
pemerintahan dari tahun 1608 – 1624. Titik lemah kerajaan Banten ini ketika
saat dalam perebutan penggantian wali, sehingga ini memberi kesempatan kepada
kapal – kapal Belanda dan Inggris yang tiba di Banten. Pada tahun 1619, Jakarta
direbut Belanda. Dan pada abad XVII menghawatirkan serangan-serangan dari
kerajaan-keajaan lain. Sehingga kekuasaan Belanda di Jakarta membawa keamanan
bagi raja-raja Banten.[20]
[1] Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia (Yogyakarta,
Kelompok Penerbit Pinus, 2006) hlm. 33-34.
[3] Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia (Yogyakarta,
Kelompok Penerbit Pinus, 2006) hlm. 76 - 81
[4] Ibid, hlm.
[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Jakarta, PT
RajaGrafindo Persada, 2003) hlm. 213
[6] Ibid, hlm. 213
[7] Ibid, hlm. 213-214
[8] Ibid, hlm. 214
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Ibid, hlm. 215
[13] Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia (Yogyakarta,
Kelompok Penerbit Pinus, 2006) hlm. 86
[14] Ibid, hlm. 87
[15] Ibid, hlm. 88
[16] Ibid, hlm. 89
[17] Ibid, hlm. 87
[18] Saifullah, Sejarah Peradaban Islam di Asia Tenggara (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2010) hlm. 31
[19] Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia (Yogyakarta,
Kelompok Penerbit Pinus, 2006) hlm. 90
[20] Ibid, hlm. 92
Tidak ada komentar:
Posting Komentar