Rabu, 22 Mei 2013

islam dan budaya jawa

INTERALISASI NILAI JAWA DAN ISLAM DALAM BIDANG POLITIK

Di susun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : Rohmah Ulfa,












Di susun oleh :

Abdul Muhaimin (124211014)
Ahmad Amin (124211)




Fakultas Ushuludin
Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang
2013
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Proses masuknya Islam di Nusantara khususnya di tanah Jawa ini para sarjana dan peneliti sepakat bahwa islamisasi itu berjalan dengan damai. Hal ini dapat di lihat dari beberapa contoh metode penyebaran islam yang terdapat di pulau jawa oleh juru dakwah yang terkenal yaitu Walisongo dalam bentuk kompromi dengan kepercayaan – kepercayaan setempat. Dan terdapat pula beberapa teori yang mengatakan islamisasi di nusantara ini dari para pedagang  gujarat yang bersinggah di wilayah - wilayah tersebut.[1] Dengan melihat beberapa teori ini maka dapat di artikan bahwa Islam sangat mudah diterima di Jawa.
Karena masuknya Islam di Jawa itu, maka ini akan mempengaruhi berbagai bidang, termasuk politik. Pengaruh Islam di Jawa pada bidang politik menjuruskan pada kegiatan umat untuk usaha mendukung dan melaksanakan syari’at Allah SWT. Melalui system kenegaraan dan pemerintahan. Dalam penyebaran agama Islam di Indonesia juga tidak lepas dari politik yang dijalankan oleh para penguasa kerajaan pada masa itu.[2]
            Dari ulasan diatas, kami akan mencoba menjelaskan tentang apa yang masih dalam  interelasi nilai jawa dan islam dalam bidang politik.
B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Perkembangan kerajaan – kerajaan islam di jawa?













BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kerajaan – Kerajaan Islam Di Jawa
Dalam uraian pembahasan masalah ini akan di jelaskan beberapa kerajaan Islam yang terdapat di tanah Jawa.
1.      Kerajaan Demak
Dalam historiografi tradisional Jawa, Pendiri Kerajaan Demak ialah Raden Patah. Dia adalah seorang putra raja Majapahit dari Istri Cina. Dia mampu mendirikan kerajaan Islam yang di bantu dari daerah – daerah lainnya di Jawa Timur yang sudah Islam seperti Jepara, Tuban, dan Gresik dia juga dapat meruntuhkan Majapahit.
Selanjutnya, Demak menjadi pusat dan benteng Islam untuk wilayah barat dan Giri untuk wilayah timur. Akan tetapi, Kerajaan Demaklah yang menjadi pemimpin seluruh pesisir dalam usaha menanam kekuatan di Jawa.
Reden Patah memimpin kerajaan selama kira – kira delapan belas tahun. Dan berjuang melawan portugis walaupun gagal. Dan di tengah perjuangan itulah Raden Patah Wafat. Kemudian digantikan oleh anaknya Adipati Unus. Dia memerintah selama tiga tahun. Sebagai penggantinya adalah Sultan Trenggana, saudara Adipati unus. Dia memegang kekuasaan dari tahun 1521 – 1546. Dan Pada masanya, kerajaan di perluas ke barat sampai daerah Banten dan ke Timur sampai daerah Malang.
Namun, setelah Sultan Trenggana wafat, terjadilah pertengkaran hebat tentang calon penggantinya. Yaitu di antara anak dari Trenggana (Pangeran Prawoto) dengan adik Trenggana (Pangeran Sedaing Lepen). Kemudian adik Trenggana terbunuh dan Pangeran Prawoto juga terbunuh oleh Arya Panangsang. Inilah tanda berakhirnya kerajaan Demak. Yang kemudian Keraton Demak di Pindah Ke Pajang oleh Adi Wijaya (Jaka Tingkir) yang sebelumnya telah membunuh Arya Panangsang.[3]
2.      Kerajaan Pajang
Jaka Tingkir di sahkan sebagai raja pertama oleh Sunan Giri[4]. Setelah menjadi raja, ia memerintahkan agar semua benda pusaka Demak di pindah ke Pajang. Sehingga ia memindah pusat kekerajaan dari pesisir ke pedalaman.[5]
Pada masanya, kekuasaannya diperluas sampai tanah pedalaman ke arah timur hingga daerah Madiun. Setelah itu secara berturut-turut ia menundukkan Blora dan Kediri. Sehingga ia berhasil mendapatkan pengakuan sebagai Sultan Islam dari raja-raja terpenting yang berada di Jawa Timur.[6]
Setelah Sultan Adi Wijaya itu wafat, kemudian di gantikan oleh oleh menantunya, Aria Pangiri. Sementara itu, anak Sultan Adi Wijaya, Pangeran Benawa, di jadikan penguasa di Jipang. Akan tetapi, anak muda ini tidak puas dengan nasibnya berada di lingkungan yang masih asing baginya. Dan akhirnya Pangeran Benawa meminta bantuan kepada senopati, penguasa Mataram, untuk mengusir raja Pajang yang baru itu. Pada tahun 1588, usahanya telah berhasil. Sebagai rasa terima kasih, Pangeran Benawa menyerahkan hak atas warisan ayahnya kepada Senopati. Akan tetapi Senopati menolaknya karena keinginannya untuk tetap tinggal di Mataram. Mataram pada waktu itu memang masih dalam proses menjadi sebuah kerajaan yang besar. Pangeran Benawa akhirnya di kukuhkan menjadi raja Pajang, tetapi berada di bawah perlindungan kerajaan Mataram. Dan sejak itulah, Pajang sepenuhnya menjadi berada di bawah kekuasan Mataram[7]
Masa kerajaan Pajang berakhir pada tahun 1618. Pada waktu itu, kerajaan Pajang memberontak terhadap Mataram yang masih di pegang oleh Sultan Agung. Sampai pada akhirnya Pajang dihancurkan. [8]
3.      Kerajaan Mataram
Awal mula kerajaan ini berdiri ketika Sultan Adi Wijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Pamenahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menumpas pemberontakan Aria Penangsang. Sebagai hadiah kepadanya, maka diberilah daerah Mataram untuknya.[9]
Pada tahun 1577 M, Ki Gede Pamenahan menempati istananya di Mataram. Setelah itu  di gantikan oleh putranya, Senopati pada tahun 1584 yang di kukuhkan oleh Sultan Pajang. Senapati-lah yang dianggap sebagai sultan pertama setelah sultan Benawa menawarkan kekuasaan atas Pajang walaupun ia menolaknya dan hanya meminta pusaka kerajaan, yang diantaranya Gong Kiai Jatayu. Namun dalam tradisi Jawa ini, penyerahan benda-benda pusaka itu sama artinya dengan penyerahan kekuasaan.[10]
Senopati kemudian berkeinginan menguasai juga semua raja bawahan pajang, tetapi itu di tolak oleh para raja Jawa Timur. Melalui perjuangan berat dan peperangan-peperangan, barulah ia berhasil menguasai sebagian daripadanya.[11]
Setelah Senapati wafat tahun 1601, di gantikanlah oleh anaknya, Seda Ing Krapyak sampai tahun 1613 M. Kemudian diganti oleh puteranya, Sultan Agung. Pada masa ini, seluruh Jawa Timur praktis berada di bawah kekuasaanya.[12] Sultan Agung memegang kekuasaan sampai akhir ajalnya tahun 1645 M. Namun setelah Sultan Agung wafat, penggantinya lemah-lemah, kejam, dan melekukan perjanjian dengan Belanda. Akibatnya hal ini menimbulkan banyak kekacauan.[13]
Dalam pertengahan pertama abad XVII, Mataram sampai tiga kali mengalami peperangan perebutan tahta. Sehingga mengakibatkan perpeacahan dalam kerajaan. Yang pada akhirnya Mataram telah terbagi menjadi dua kerajaan di Surakarta dan Yogyakarta. [14]
4.      Kerajaan Cirebon
Pendiri kerajaan ini adalah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Tapi tidak ada kepastian ia membuat keraton besar disana. Karena Syarif Hidayatullah masih bertempat di Banten. Sementara Cirebon di serahkan kepada anaknya, Paserayan. Baru setelah Paserayan wafat, Syarif Hidayatullah berpindah ke Cirebon.[15]
Pada tahun 1570 M, Syarif Hidayatullah wafat. Dan digantikan oleh Pangeran Ratu. Namun pada paruh ke dua abad XVII, mulai ada perpecahan-perpecahan wilayah yang masingg-masing mempunyai kekuatan sendiri.[16]
Pada masa kerajaan Cirebon bidang kesastraan telah berkembang dan sangat memikat perhatian. Seperti adanya nyanyian islam yang disebut suluk yang mengandung mistik.
Pada akhirnya tahun 1527 kerajaan di serahkan kepada kumpeni (VOC). Sehingga wilayah-wilayah kerajaan Cirebon yang terpecah-pecah itu menjadi dibawah kepemerintahan kolonial Belanda.[17]
5.      Kerajaan Banten
Pada masa kerajaan Demak, sultan Trenggana mengutus Syarif Hidayattullah untuk menaklukan kerajaan Hindu di Pajajaran. Setelah itu diberikanlah wilayah banten itu kepadanya. Sehingga ia sekaligus mendirian kerajaan Banten pada tahun 1524.[18]
Pada tahun 1527, di bawah Sultan Hasanudin yang juga merupakan salah satu pendiri kerajaan Banten telah menduduki kota pelabuhan Sunda Kelapa yang sekarang disebut Kota Jakarta. Yang mana peristiwa ini menggagalkan usaha kontak perjanjian bangsa Portugis dengan raja Sunda.[19]
Setelah meninggalnya Sultan Hasanudin, kerajaan dipimpin oleh  puteranya, Maulana Yusuf. Pada masanya, ia dapat menaklukan kerajaan Pakuwan. Setelah ia wafat, pimpinan kerajaan di ganti oleh adiknya, Maulana Muhammad. Akan tetapi pada umur 25 tahun, ia wafat dan di gantikan oleh puteranya, Abdul Kadir yang masih berusia beberapa bulan. Dan akhirnya Banten diperintah oleh yang lebih tua sebagai walinya. Ternyata, soal perwalian ini menjadi perebutan dan perselisihan. Sampai akhirnya terdapat orang kuat yang bernama Pangeran Rana Manggala yang dapat mengendalikan pemerintahan dari tahun 1608 – 1624. Titik lemah kerajaan Banten ini ketika saat dalam perebutan penggantian wali, sehingga ini memberi kesempatan kepada kapal – kapal Belanda dan Inggris yang tiba di Banten. Pada tahun 1619, Jakarta direbut Belanda. Dan pada abad XVII menghawatirkan serangan-serangan dari kerajaan-keajaan lain. Sehingga kekuasaan Belanda di Jakarta membawa keamanan bagi raja-raja Banten.[20]



[1] Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia (Yogyakarta, Kelompok Penerbit Pinus, 2006) hlm. 33-34.
[3] Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia (Yogyakarta, Kelompok Penerbit Pinus, 2006) hlm. 76 - 81
[4] Ibid, hlm.
[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2003) hlm. 213
[6] Ibid, hlm. 213
[7] Ibid, hlm. 213-214
[8] Ibid, hlm. 214
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Ibid, hlm. 215
[13] Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia (Yogyakarta, Kelompok Penerbit Pinus, 2006) hlm. 86
[14] Ibid, hlm. 87
[15] Ibid, hlm. 88
[16] Ibid, hlm. 89
[17] Ibid, hlm. 87
[18] Saifullah, Sejarah Peradaban Islam di Asia Tenggara (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010) hlm. 31
[19] Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia (Yogyakarta, Kelompok Penerbit Pinus, 2006) hlm. 90
[20] Ibid, hlm. 92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar