BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Proses masuknya
Islam di Nusantara khususnya di tanah Jawa ini para sarjana dan peneliti
sepakat bahwa islamisasi itu berjalan dengan damai. Hal ini dapat di lihat dari
beberapa contoh metode penyebaran islam yang terdapat di pulau jawa oleh juru
dakwah yang terkenal yaitu Walisongo dalam bentuk kompromi dengan kepercayaan –
kepercayaan setempat. Dan terdapat pula beberapa teori yang mengatakan
islamisasi di nusantara ini dari para pedagang
gujarat yang bersinggah di wilayah - wilayah tersebut. Dengan melihat beberapa teori ini maka dapat di artikan bahwa Islam sangat
mudah diterima di Jawa.
Karena masuknya Islam di Jawa itu, maka ini akan mempengaruhi berbagai
bidang, termasuk politik. Pengaruh Islam di Jawa pada bidang politik menjuruskan pada kegiatan umat
untuk usaha mendukung dan melaksanakan syari’at Allah SWT. Melalui system
kenegaraan dan pemerintahan. Dalam penyebaran agama Islam di Indonesia juga
tidak lepas dari politik yang dijalankan oleh para penguasa kerajaan pada masa
itu.
Dari ulasan
diatas, kami akan mencoba menjelaskan tentang apa yang masih dalam interelasi nilai jawa dan islam dalam bidang
politik.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Sistem Politik Dalam Perjalanan Sejarah Politik Di Jawa
2.
Bagaimana Kondisi Struktur Masyarakat Jawa
3.
Sistem Politik Di Jawa
4.
Sinkretisme Politik Jawa Islam
5.
Perkembangan Kerajaan – Kerajaan Islam Di Jawa?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sistem Politik Dalam Perjalanan Sejarah Politik Di Jawa
Menurut Legge agama Islam menjadi menarik bagi kota-kota pesisir
dari dua segi. Di situ pihak sebagai lambang perlawanan sebagai majapahit, di
lain pihak. Karena agama islam merupakan alternatif dari keseluruhan pandangan
dunia hindu. Islam membawa manusia berhadapan muka dengan Allah tanpa adanya
imamat atau ritual yang ruet. Islam mempunyai satu ajaran kesamaan yang sangat
ampuh untuk mencairkan tatanan hirarkis masyarakat majapahit.
Pada tahun 1526 Bantam, Jawa barat,memeluk agama Islam dan
berkembang menjadi Negara yang kuat. Pada waktu yang sama Demak, Jawa Tengah
yang pada tahun 1511 telah menjadi kesultanan,
menjadi kekuasaan utama pesisir Utara Jawa. Di hadapkan dengan pilihan
antara kaum Portugis dan agama Kristiani, atau Demak dan Agama Islam,
pangeran-pangeran Hindu Pedalaman Jawa memilih yang kedua.
Dengan di terima agama islam, kraton-kraton di pedalaman Jawa
sekali lagi lebih unggul terhadap kesultanan-kesultanan di pesisir Utara. Pada
akhir abad ke XIV senopati dari mataram berhasil memperluas pengaruhnya sampai
ke Kediri. Beberapa tahun kemudian demak di taklukan agung cucu senopati,
menghancurkan kota-kota perdagangan pesisir Utara dan menaklukan Kepulauan
Jawa, kecuali Batam dan Blambangan di ujung utara pulau Jawa. Penghancuran
kota-kota perdagangan di pulau jawa Utara oleh Mataram mempercepat kematian
perdagangan-perdagangan Jawa antar pulau yang bagaimanapun juga sudah sangat
terdesak Oleh Oost Indische Compagnie. Jawa Tengah dengan mentalitas Politiknya yang terarah
kedalam kembali menjadi pusat kehidupan politik, budaya, dan ekonomi Jawa.
Selama 150 tahun berikutnya kekuasaan mataram terus menyusut.
Perselisihan seksesi memecahbelahkan kerajaan, mengakibatkan kraton beberapa
kali pindah dan hampir tak terasa membawa Oost
Indische Compagnie belanda yang sejak tahun 1619 bermukim di Jakarta
keposisi yang semakin besar karena bantuannya selalu di minta oleh
pangeran-pangeran yang berkelahi. Lama-kelamaan Belanda mengambil alih hampir
seluruh Jawa timur dari kerajaan Mataram. Mataram hanya memiliki kekuasaan yang
terbatas dalam satu wilayah yang luasnya kurang lebih 10.000 kilometer persegi
hanya pemerintahan hamengkubuwono IX di Yogyakarta yang masih mempunyai arti politik.
Sebagai penghargaan atas perang kemerdekaan, beliau di angkat sebagai kepala
daerah dan wakilnya Paku Alam. Pada waktu itu hampir seluruh pulau jawa
beragama Islam tetapi dengan intensitas yang berbeda. Pusat islam yang paling
besar adalah kota-kota pesisir utara. Terdapat kampung-kampung santri. Walaupun
kraton resmi memeluk agama Islam tetapi dalam tradisi Hindu-Jawa lebih
menonjol.
Pada akhir abad XIX situasi itu mulai berubah. Sementara itu, tanah
jawa seluruhnya di kuasai oleh Belanda. Sejak permulaan Cuturstelsel Rakyat di desa semakin tertekan secara ekonomis
karena belanda dalam rangka politik Indirect
menyerahkan pelaksanaan penarikan upeti kepada elit-elit priyayi dalam negri,
elit itu dalam pandangan masyarakat di hubungkan dengan penjajah, juga lurah,
kepala desa, semakin menjadi pemerintah kolonial terhadap warga desa.
Barangkali identifikasi elite-elite pribumi dengan kekuasaan penjajah menjadi
salah satu alasan mengapa pengaruh-pengaruh kiyai-kiyai dan ulama’ sejak semula
musuh kaum penjajah yang paling tak terdamaikan. Di lain pihak, hubungan yang
semakin besar dengan Negara-negara Timur Tengah,terutama sesudah pembukaan
terusan Suez yang mengakibatkan suatu
gerakan pembaharuan dalam agam Islam Indonesia sendiri. Kemurnian agama Islam
semakin di ragukan. Mistik Jawa yang memang heterodoks tetapi memandang diri
sebagai ungkapan keagamaan Islam lagi. Dengan sendirinya polarisasi antara
aliran kebudayaan santri dan yang tetap berpegang pada aliran jawa semakin
terasa. Maka kaum priyayi dan rakyat jawa semakin menyadari ke khasan
kejawaan dan mulai menghidupkan budaya masa lampau sampai saat ini hanya
menjadi ungkapan dua sikap yang memang berbeda.
Tendensi itu masih diperkuat oleh gerakan kebangitan nasional pada
abad XX. Organisasi nasional yang masih belum bersifat politik, Budi Utomo ,
dari Tahun 1908 bertujuan memajukan cita-cita kebuayaan jawa. Pada tahun 1913
di bentuk pengelompokan politik pertama denagan nama Sarekat Islam. Dalam waktu
sepuluh tahun dalam kelompok SI terjadi konfrontasi antar ormas yang berpedoman
agama Islam dengan komunis. Dan akhirnya faham komunis memisahkan diri. Sejak
itu politik Indonesia berkembang menurut garis Islam dan abangan. Pasca
kemerdekaan, polarisasi itu berapa kali mengakibatkan krisis-krisis yang berat.
Sejak semuala muncul sistem-sistem Islam radikal yang menolak Indonesia yang
baru lahir sebagai kafir. Pada tahun 1950 kelompok itu di bawah
pimpinan Kartosuwiryo, orang asal jawa timur memulai pemberontakan di
bawah bendera Darul Islam di Jawa Barat yang meluas ke Aceh dan Sulawesi
Selatan. Betapa mendalam perbedaan antara kelompok-kelompok yang berpedoman
jawa dan berpedoman islam dalam masyararakat jawa dapat diamati oleh Clifford
Geertz dan Robert Jay pada waktu meraka mengadakan penelitian di jawa timur
pada permulaan tahun lima puluhan. Jay menceritakan bagaimana mereka dalam desa
taman sari tempat dia tinggal, dua dukuh di sebelah barat laut beraliran Islam
ortodoks dan timur dan selatan beraliran Jawa. Padahal dukuh ini masih satu
kompleks perumahan sebesar dua kali satu kilometer. Hubungan antara dua desa
itu sangat jelek sehingga penduduk desa yang bergaul dengan rekan-rekan kedua
belah pihak dan orang-orang yang ingin perggi ke kota lebih baik melewati jalan
yang jauh daripada melewati jalan dukuh terssebut. Dua puluh tahun yang lalu
koentjaraningrat menulis tentang adanya dua subkultur dengan pandangan dunia
,nilai-nilai dan orientasi-orientasi yang berlawanan didalam keseluruhan
kebudayaan jawa.
B.
Struktur Masyarakat Jawa
D.H. Burger dalam bukunya “Perubahan-Perubahab Struktur dalam
Masyrakat Jawa” menulis bahwa struktur masyarakat Jawa dibagi atas empat
tingkatan, yaitu raja, bupati, kepala desa, dan rakyat jelata. Raja menjadi
kedudukan yang tertinggi.
Segala sesuatu ditanah Jawa, bumi tempat hidup, air yang diminum, rumput, daun,
dan lain-lain yang ada di bumi adalah milik raja. Lebih lanjut Pangeran Puger
mengatakan bahwa raja adalah wakil atau penjelmaan Tuhan. Untuk lebih
meyakinkan diri bahwa kedudukannya sah dan aman dari ancaman, raja perlu
menunjukkan pusaka yang ada padanya dan yang dapat menjadi sumber kesaktian
bagi dirinya dan kewibawaan bagi pemerintahannya. Raja berkuasa karena ia
dianugerahi wahyu kedaton (wahyu khusus bagi calon raja) oleh tuhan, yang
katanya dinyatakan dalam bentuk cahaya. Mungkin sekali konsep-konsep mengenai
kedudukan kedudukan raja ini berakar dai kebudayaan Hindu, walupun pada zaman
Mataram banyak konsep diambil dari agama Islam, terutama dari segi mistik.
Mistik Islam dijadikan dasar untuk menjelaskan hubungan antara rakyat dan raja.
Menurut praktek mistik sufi, tujuan manusia yang tertinggi adalah untuk bersatu
dengan tuhan atau manunggaling kawula gusti.
Inilah yang menyebabkan orang yawa memilih pemimpin bukan atas
dasar pilihan rasional tetapi emosional. Oleh karena itu, kharisma lebih
penting dari pada kemampuan dalam memimpin, wajar jika pemimpin kharismatik
lebih disukai dari pada pemimpin rasional. Dalam konteks keagamaan pun
kehidupan seperti ini tampak kuat, terutama di lingkungan pesantren. Hal ini
memperlihatkan betapa kuatnya posisi seorang kiai yang sering juga menampilkan
kehidupan yang cendrung feodalime. Tidak mengherankan jika kemudian sulit
membedakan antara sopan santun dengan perilaku feodal.
C.
Sistem Politik Di Jawa
Secara administratif, desa di Jawa disebut kelurahan yang dikepalai
oleh seorang lurah istilah untuk daerah lainnya adalah petinggi. Kelompok desa
(15 sampai 25 desa) membentuk suatu kesatuan administratif yang disebut
kecamatan. Kecamatan ini dikepalai seorang pamong praja yang disebut camat. Di
bawah kabupaten ada kesatuan daerah yang disebut kawedanan yang dikepalai
seorang wedanan. Sebuah kawedanan terdiri dari beberapa kecamatan. Namun, tidak
di setiap daerah ada kawedanan. Di dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, kepala
desa dan pembantunya (pamong desa) mempunyai dua tugas pokok, yaitu tugas
kesejahteraan desa dan tugas kepolisian untuk memelihara ketertiban desa. Lurah
dipilih dari dan oleh penduduk desa sendiri sesuai dengan ketentuan-ketentuan
memilih dan dipilih yang berlaku. Untuk memelihara dan membangun desa, para
pamong desa di Jawa sering meminta bantuan penduduk desa untuk bekerja sama
dalam gugur gunung atau kerik desa. Dengan cara ini, mereka membuat,
memperbaiki, atau memelihara jalan-jalan desa, jembatan-jembatan, bangunan
sekolah, balai desa, menggali saluran air, merawat makam desa, masjid atau
surau, dan mengadakan upacara bersih desa. Yogyakarta merupakan wilayah yang
berstatus kerajaan. Rajanya bergelar Sultan. Untuk menyesuaikannya dengan garis
politik RI yang berdiri sejak 1945, status kesultanan Yogyakarta diubah menjadi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kepala pemerintahannya bertanggung jawab langsung
kepada Presiden. Pemerintahan di Yogyakarta diatur dalam UU No. 3 tahun 1950.
Di Jawa, seorang lurah biasanya dibantu oleh:
1. Carik, yang bertugas sebagai pembantu umum dan sekretaris desa.
2. Sosial, yang bertugas memelihara kesejahteraan penduduk, baik rohani
maupun jasmani.
3. Kemakmuran, yang mempunyai kewajiban memperbesar produksi
pertanian.
4. Keamanan, yang bertanggung jawab atas ketentraman lahir batin penduduk desa.
5. Kaum, yang mengurus soal nikah, talak, rujuk, serta kegiatan keagamaan.
D. Sinkretisme
Politik Jawa Islam
Simbol sinkretisme politik jawa islam tampak mencolok pada
gelar-gelar raja di jawa islam seperti gelar sultan, kalifatullah sayyidin
panatagama, tetunggul khalifatul mu’minin , susuhunan dan sebagainya.
Gelar Ratu Tetunggul Khalifatullah
dipakai oleh sunan Giri ketika menjadi raja pada masa transisi antara dari
kerajaan Majapahit ke kerajaan islam demak . Sunan Giri berkuasa dalam keadaan
vakum. Pada masa ini tidak ada pimpinan yang berdaulat , baik dari raja hindu
maupun islam . kerajaan Majapahit yang hindu telah runtuh sedangkan kerajaan
islam yang nantinya kerajaan Islam Demak belum berdiri. Sunan Giri hanya
berkuasa dalam waktu empat puluh hari pasca keruntuhan Majapahit tahun 1478 M
oleh serangan seorang raja Grinderawardhana dan Keling Kediri. Setelah masa
peralihan 40 hari ini, Sunan Giri menyerahkan kedaulatan kepada raja islam yang
permanent yaitu Raden Fatah. Dialah raja kerajaan Islam Demak.
Ada beberapa analisis mengapa Sunan Giri yang seorang wali berkenan
menjadi raja pada waktu itu, padahal dia bukan keturunan raja. Pertama,
mengkhiaskan dengan nabi Yusuf AS yang juga bukan keturunan raja, tetapi naik
tahta, mereka memproklamasikan diri sebagai raja dalam keadaan sudah ada raja
karena mengibaratkan diri mereka pada nabi Musa AS yang menamakan diri sebagai
raja menandingi kerajaan Fir’aun. Seorang muslim tidak boleh mengambil seorang
kafir menjadi pimpinan. Kedua, para wali khususnya sunan giri nampaknya
berkeyakinan bahwa tidak baik suatu komunitas tanpa pemimpin , entah pemimpin
itu mukmin ataupun kafir. Umat yang berpemimpin lebih baik bahkan jika pemimpin
itu dzalim sekalipun. Jika diruntut pada masa klasik islam, Ibnu Taimiyyah
sebagai mana dikutip oleh Fazlur Rahman, pernah mengatakan bahwa enam puluh
hari dibawah pemimpin yang dzalim masih lebih baik dari pada satu malam tanpa
pemimpin.
Ibn Khaldun dalam muqadimahnya juga mengatakan bahwa menyangkut suatu pemimpin
bagi suatu komunitas itu wajib.
Ketiga, Sunan Giri
hanya mengantarkan keadaan transisi menuju berdirinya kerajaan Islam Demak.
Buktinya dia hanya berkuasa 40 hari, setelah keadaan mapan kekuasaan diberikan
kepada Raden Fatah yang masih keturunan raja Brawijaya Kertabumi. Jadi jika
kemudian para wali yang suci tampil sebagai penguasa Negara atau pemimpin
politik itu hanya bermotifkan Yekti Mung Amrih Ayu bukan tujuan dan tugas pokok
mereka. Sebagai mana nabi Muhammad menjadi kepala Negara disamping menjadi
Rasul. Tugas wajib beliau adalah menyampaikan risalah bukan pemimpin politik
adapun kalau kemudian beliau diangkat sebagai pemimpin Negara adalah karena
kemampuan beliau dalam memimpin diakui oleh umat, baik muslim maupun non muslim
ketika itu. Simbol sinkretisme politik
islam jawa juga terdapat pada raja-raja jawa yang dipegang Sri Sultan
Hamengkubuwono, istilah sultan dari bahasa arab sulthan yang berarti raja atau
penguasa menjadi istilah dalam kerajaan-kerajaan islam diarab pada masa lalu.
Sri Sultan Hamengkubuwono selain sebagai raja ( kekuasaan politik ) juga
sebagai sayyidin panatagama ( pemimpin agama ). Dengan demikian raja yogya juga
Islam karena tidak mungkin non islam menjadi sayyidin panatagama, sebab yang
dimaksud dengan sayyidin panatagama disini adalah panatagama untuk islam .
inilah strategi pollitik jitu dari para pendahulu kita. Suatu proses islamisasi
dengan cara yang amat arif, cultural, walaupun sinkretis. Dalam konstalasi perpolitikan
nasional Indonesia sinkretisme politik jawa islam tetap berlangsung khususnya
pada rezim Soeharto. Simbol-simbol dan istilah jawa menjadi simbol-simbol
politik nasional.
E.
Kerajaan – Kerajaan Islam Di Jawa
Dalam uraian pembahasan masalah ini akan di jelaskan beberapa
kerajaan Islam yang terdapat di tanah Jawa.
1.
Kerajaan Demak
Dalam historiografi tradisional Jawa, Pendiri Kerajaan Demak ialah
Raden Patah. Dia adalah seorang putra raja Majapahit dari Istri Cina. Dia mampu
mendirikan kerajaan Islam yang di bantu dari daerah – daerah lainnya di Jawa
Timur yang sudah Islam seperti Jepara, Tuban, dan Gresik dia juga dapat
meruntuhkan Majapahit.
Selanjutnya, Demak menjadi pusat dan benteng Islam untuk wilayah
barat dan Giri untuk wilayah timur. Akan tetapi, Kerajaan Demaklah yang menjadi
pemimpin seluruh pesisir dalam usaha menanam kekuatan di Jawa.
Reden Patah memimpin kerajaan selama kira – kira delapan belas
tahun. Dan berjuang melawan portugis walaupun gagal. Dan di tengah perjuangan
itulah Raden Patah Wafat. Kemudian digantikan oleh anaknya Adipati Unus. Dia
memerintah selama tiga tahun. Sebagai penggantinya adalah Sultan Trenggana,
saudara Adipati unus. Dia memegang kekuasaan dari tahun 1521 – 1546. Dan Pada
masanya, kerajaan di perluas ke barat sampai daerah Banten dan ke Timur sampai
daerah Malang.
Namun, setelah Sultan Trenggana wafat, terjadilah pertengkaran
hebat tentang calon penggantinya. Yaitu di antara anak dari Trenggana (Pangeran
Prawoto) dengan adik Trenggana (Pangeran Sedaing Lepen). Kemudian adik
Trenggana terbunuh dan Pangeran Prawoto juga terbunuh oleh Arya Panangsang.
Inilah tanda berakhirnya kerajaan Demak. Yang kemudian Keraton Demak di Pindah
Ke Pajang oleh Adi Wijaya (Jaka Tingkir) yang sebelumnya telah membunuh Arya
Panangsang.
2.
Kerajaan Pajang
Jaka Tingkir di sahkan sebagai raja pertama oleh Sunan Giri. Setelah
menjadi raja, ia memerintahkan agar semua benda pusaka Demak di pindah ke
Pajang. Sehingga ia memindah pusat kekerajaan dari pesisir ke pedalaman.
Pada masanya, kekuasaannya diperluas sampai tanah pedalaman ke arah
timur hingga daerah Madiun. Setelah itu secara berturut-turut ia menundukkan
Blora dan Kediri. Sehingga ia berhasil mendapatkan pengakuan sebagai Sultan
Islam dari raja-raja terpenting yang berada di Jawa Timur.
Setelah Sultan Adi Wijaya itu wafat, kemudian di gantikan oleh oleh
menantunya, Aria Pangiri. Sementara itu, anak Sultan Adi Wijaya, Pangeran
Benawa, di jadikan penguasa di Jipang. Akan tetapi, anak muda ini tidak puas
dengan nasibnya berada di lingkungan yang masih asing baginya. Dan akhirnya
Pangeran Benawa meminta bantuan kepada senopati, penguasa Mataram, untuk
mengusir raja Pajang yang baru itu. Pada tahun 1588, usahanya telah berhasil.
Sebagai rasa terima kasih, Pangeran Benawa menyerahkan hak atas warisan ayahnya
kepada Senopati. Akan tetapi Senopati menolaknya karena keinginannya untuk
tetap tinggal di Mataram. Mataram pada waktu itu memang masih dalam proses
menjadi sebuah kerajaan yang besar. Pangeran Benawa akhirnya di kukuhkan
menjadi raja Pajang, tetapi berada di bawah perlindungan kerajaan Mataram. Dan
sejak itulah, Pajang sepenuhnya menjadi berada di bawah kekuasan Mataram
Masa kerajaan Pajang berakhir pada tahun 1618. Pada waktu itu,
kerajaan Pajang memberontak terhadap Mataram yang masih di pegang oleh Sultan
Agung. Sampai pada akhirnya Pajang dihancurkan.
3.
Kerajaan Mataram
Awal mula kerajaan ini berdiri ketika Sultan Adi Wijaya dari Pajang
meminta bantuan kepada Ki Pamenahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk
menumpas pemberontakan Aria Penangsang. Sebagai hadiah kepadanya, maka
diberilah daerah Mataram untuknya.
Pada tahun 1577 M, Ki Gede Pamenahan menempati istananya di
Mataram. Setelah itu di gantikan oleh
putranya, Senopati pada tahun 1584 yang di kukuhkan oleh Sultan Pajang. Senapati-lah
yang dianggap sebagai sultan pertama setelah sultan Benawa menawarkan kekuasaan
atas Pajang walaupun ia menolaknya dan hanya meminta pusaka kerajaan, yang
diantaranya Gong Kiai Jatayu. Namun dalam tradisi Jawa ini, penyerahan
benda-benda pusaka itu sama artinya dengan penyerahan kekuasaan.
Senopati kemudian berkeinginan menguasai juga semua raja bawahan
pajang, tetapi itu di tolak oleh para raja Jawa Timur. Melalui perjuangan berat
dan peperangan-peperangan, barulah ia berhasil menguasai sebagian daripadanya.
Setelah Senapati wafat tahun 1601, di gantikanlah oleh anaknya,
Seda Ing Krapyak sampai tahun 1613 M. Kemudian diganti oleh puteranya, Sultan
Agung. Pada masa ini, seluruh Jawa Timur praktis berada di bawah kekuasaanya.
Sultan Agung memegang kekuasaan sampai akhir ajalnya tahun 1645 M. Namun
setelah Sultan Agung wafat, penggantinya lemah-lemah, kejam, dan melekukan
perjanjian dengan Belanda. Akibatnya hal ini menimbulkan banyak kekacauan.
Dalam pertengahan pertama abad XVII, Mataram sampai tiga kali
mengalami peperangan perebutan tahta. Sehingga mengakibatkan perpeacahan dalam
kerajaan. Yang pada akhirnya Mataram telah terbagi menjadi dua kerajaan di
Surakarta dan Yogyakarta.
4.
Kerajaan Cirebon
Pendiri kerajaan ini adalah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung
Jati). Tapi tidak ada kepastian ia membuat keraton besar disana. Karena Syarif
Hidayatullah masih bertempat di Banten. Sementara Cirebon di serahkan kepada
anaknya, Paserayan. Baru setelah Paserayan wafat, Syarif Hidayatullah berpindah
ke Cirebon.
Pada tahun 1570 M, Syarif Hidayatullah wafat. Dan digantikan oleh
Pangeran Ratu. Namun pada paruh ke dua abad XVII, mulai ada
perpecahan-perpecahan wilayah yang masingg-masing mempunyai kekuatan sendiri.
Pada masa kerajaan Cirebon bidang kesastraan telah berkembang dan
sangat memikat perhatian. Seperti adanya nyanyian islam yang disebut suluk yang
mengandung mistik.
Pada akhirnya tahun 1527 kerajaan di serahkan kepada kumpeni (VOC).
Sehingga wilayah-wilayah kerajaan Cirebon yang terpecah-pecah itu menjadi
dibawah kepemerintahan kolonial Belanda.
5.
Kerajaan Banten
Pada masa kerajaan Demak, sultan Trenggana mengutus Syarif
Hidayattullah untuk menaklukan kerajaan Hindu di Pajajaran. Setelah itu
diberikanlah wilayah banten itu kepadanya. Sehingga ia sekaligus mendirian
kerajaan Banten pada tahun 1524.
Pada tahun 1527, di bawah Sultan Hasanudin yang juga merupakan
salah satu pendiri kerajaan Banten telah menduduki kota pelabuhan Sunda Kelapa
yang sekarang disebut Kota Jakarta. Yang mana peristiwa ini menggagalkan usaha
kontak perjanjian bangsa Portugis dengan raja Sunda.
Setelah meninggalnya Sultan Hasanudin, kerajaan dipimpin oleh puteranya, Maulana Yusuf. Pada masanya, ia
dapat menaklukan kerajaan Pakuwan. Setelah ia wafat, pimpinan kerajaan di ganti
oleh adiknya, Maulana Muhammad. Akan tetapi pada umur 25 tahun, ia wafat dan di
gantikan oleh puteranya, Abdul Kadir yang masih berusia beberapa bulan. Dan
akhirnya Banten diperintah oleh yang lebih tua sebagai walinya. Ternyata, soal
perwalian ini menjadi perebutan dan perselisihan. Sampai akhirnya terdapat
orang kuat yang bernama Pangeran Rana Manggala yang dapat mengendalikan
pemerintahan dari tahun 1608 – 1624. Titik lemah kerajaan Banten ini ketika
saat dalam perebutan penggantian wali, sehingga ini memberi kesempatan kepada
kapal – kapal Belanda dan Inggris yang tiba di Banten. Pada tahun 1619, Jakarta
direbut Belanda. Dan pada abad XVII menghawatirkan serangan-serangan dari
kerajaan-keajaan lain. Sehingga kekuasaan Belanda di Jakarta membawa keamanan
bagi raja-raja Banten.
KESIMPULAN
Politik islam di jawa sangat terlihat sekali dengan adanya
perjalanan sejarah yang terlihat dengan masuknya agama-agama yang
dikombinasikan dengan kebudayaan jawa. masuknya agama ke dalam
kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa dan di pengaruhinya oleh colonial
belanda yang memanfaatkan kesempatan itu untuk meluaskan wilayah jajahannya.
dengan berpura-pura baik kepada sebagian sultan-sultan terutama pada masa
kerajaan Mataram yang pada masa itu kerajaan di bagi menjadi beberapa bagian.
Kerajaan yang di pulau jawa antara lain kerajaan Demak,kerajaan Pajang dan
kerajaan Mataram. dan timbulnya Partai politik yang pertama adalah Partai
politik islam yaitu Sarekat islam. Yang hingga sekarang ini berkembang masih
berkembang di Indonesia.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat pemakalah susun , tentunya makalah
ini mash jauh dari kesempurnaan. maka dari itu pemakalah sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk membangun dan memperbaiki makalah ini. Penulis juga
meminta maaf apabila ada penulisan dan ulasan yang salah atau kurang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien...
DAFTAR PUSTAKA
Amin MA, Darori. 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa. Gema
Media:Yogyakarta
Burger, D.H.1983. Perubahan-perubahan Struktur Dalam Masyarakat
Jawa. Bhatara karya Aksara:Jakarta
Rahman, Fazlur. 1979. Islam. Edisi II. University Chicago
Press:Chicago
Saifullah. 2010. Sejarah Peradaban Islam di Asia Tenggara.
Pustaka Pelajar:Yogyakarta
Saksono, Widji. Mengislamkan Tanah Jawa, Telaah atas Metode
Dakwah Walisongo. Mizan:Bandung
Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II.
PT RajaGrafindo Persada:Jakarta
Yusuf , Mundzirin. 2006. Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia.
Kelompok Penerbit Pinus:Yogyakarta
INTERALISASI NILAI JAWA DAN ISLAM DALAM BIDANG POLITIK
MAKALAH
Di susun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : Rohmah Ulfah
Di susun oleh :
Abdul Muhaimin (124211014)
Ahmad Amin (124211015)
Fakultas Ushuludin
Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang
2013